BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data World Health Organitation (WHO) sebanyak 99 %
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi dinegara-negara
berkembang. Rasio kematian ibu dinegara-negara berkembang merupakan yang
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup. (http://www.tenaga-kesehatan.or.id.online).
Angka Kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2009 masih menempati AKI
tertinggi di Asia Tenggara yaitu 226/100.000 kelahiran hidup. Dimana, penyebab
kematian ibu komplikasi akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini diikuti
oleh tingginya AKB ditingkat ASEAN khususnya negara Indonesia yang berkisar
26/1000 kelahiran hidup. Tetapi bila dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125
per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami
penurunan yang cukup besar meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai
dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. (http://www.depkes.go.id diakses 6 Agustus
2016).
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita
hamil yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi
daripada perdarahan post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
post partum meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun. Penyebab tingginya tingkat kematian ibu di Indonesia, antara lain, budaya
patriaki yang masih kental. Perempuan tidak memiliki kendali penuh atas
dirinya. Seringkali perempuan tidak berkuasa kapan dia harus mengandung.
Padahal disaat itu mungkin hamil berbahaya bagi dia. Kemudian, disebabkan
kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya akses terhadap informasi, tingginya
peranan dukun dan terbatasnya layanan medis. (Bambang
Hermanto,2014).
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) diperkirakan pada tahun 2005 Angka
Kematian telah turun mencapai 262/100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab
langsung kematian ibu adalah Perdarahan yang mencapai 28%, Preeklamsi dan
eklamsi 24%, Infeksi 11% dan Aborsi tidak aman 5%. ((http://www.mediaindonesia.com.online, diakses 6 Agustus).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi
Selatan tahun 2013 tercatat jumlah kematian
ibu sebesar 116 orang, penyebab
terbanyak adalah perdarahan sebesar 72 orang (62,06 %), eklamsia 19
orang (16,37 %), infeksi 5 orang (4,31 %) dan lain-lain 20 orang (17,24 %). Sedangkan pada tahun 2014 sebesar 114 orang,
dimana penyebab terbanyak adalah Perdarahan sebesar 59 orang (51,75 %) , Eklampsia 35 orang(30,70 %), Infeksi 8 orang (7,01 %), dan lain-lain sebanyak 12 orang (10,5%).
Perdarahan dalam bidang obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat
fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat
dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera dilakukan. Oleh karena itu,
setiap Perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus
dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius. (http://www.kalbe.co.id, diakses 6 Agustus 2016).
Perdarahan dalam kehamilan dan persalinan terdiri dari pendarahan ante,
intra dan postpartum (pasca persalinan). Perdarahan pasca persalinan ialah
Perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dengan angka kejadian berkisar
antara 5% - 15% dari laporan-laporan pada negara maju maupun negara berkembang,
termasuk didalamnya adalah Perdarahan karena Rest Plasenta, insidens Perdarahan
Pasca Persalinan akibat Rest Plasenta dilaporkan berkisar 23% - 24%. (Mochtar
R, 2014 )
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak
lancar atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan
robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi
kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai
dengan keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527).
Sisa plasenta bisa diduga bila kala berlangsung tidak lancar atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak
lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari
ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan
lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim
dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan
keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)
Berdasarkan
data di Medical record di RSUD
Labuang Baji Makassar tahun 2014 terdapat
393 kunjungan ibu nifas dan didapatkan 16 ibu nifas yang mengalami rest
plasenta (4,1%), sedangkan tahun 2015 dari 529
ibu nifas terdapat 18 ibu yang mengalami rest plasenta (3,4%). Sedangkan
pada tahun 2016 data
yang diperoleh terdapat 243 kunjungan ibu nifas pada tahun 2016 dan terdapat,
ibu dengan rest plasenta sebanyak
8 Orang (3,3%).(Rekam Medik RSUD LabuangBaji Makassar).
Dari
uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus dengan judul Asuhan Kebidanan Post Natal Pada Ny ”S” dengan
Rest Plasenta.
Untuk mendapatkan kelanjutan dari isi KTI (BAB II, III, IV, V) tersebut...
silahkan download DISINI
Post a Comment for "KTI AKBID: Asuhan Kebidanan Post Natal Pada Ny ”X” dengan Rest Plasenta "