BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan
dibidang kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup. Peningkatan kualitas
hidup ini perlu dimulai dari dini yaitu sejak berada dalam kandungan. Oleh
karena itu kehamilan dan
persalinan yang sehat serta perawatan dan
penanganan masa nifas yang benar sangat mempengaruhi potensi dari penerus
keturunan di kemudian hari (Manuaba,2014:174).
Menurut
data world Health Organization (WHO) tahun 2014, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian
ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian
ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian
ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO, 81%
angka kematian ibu (AKI) akibat komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25%
kasus perdarahan post pasrtum
(kementrian kesehatan republic health,2014)
Tiga
Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan
infeksi. Perdarahan menyebabkan 25% kematian ibu di dunia berkembang dan yang
paling banyak adalah perdarahan pasca salin. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi
dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2100), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh perdarahan pasca salin.( Carroli G dkk, 2013:84)
Berdasarkan referensi dari data ASEAN, angka kejadian perdarahan pada post partum bervariasi wanita Asia umumnya memiliki kecendrungan lebih tinggi,
yaitu 1 dari 8 sampai 120 kehamilan sedangkan wanita indonesia 1 dari 1.500
sampai 2.000 kehamilan (Josep HK dkk 2010:74).
Di negara anggota Association Of
Soulth East Asian Nations (ASEAN) pada tahun 2013 tercatat 266/100.000
kelahiran hidup dan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 212/100.000
kelahiran hidup Vietnam tercatat 96 per 100 ribu kelahiran (Ayurai 2015:138).
Data di Indonesia berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia (SDKI)
kematian ibu setelah melahirkan akibat komplikasi sebesar (19%),kematian ibu
bersalin sebesar (46%),dan kematian ibu nifas sebesar (35%) sedikitnya 18 ribu
ibu meninggal setiap tahun karena persalinannya.Dengan menganggap semua ibu
memiliki resiko tinggi,kematian ibu sebagian besar disebabkan karena perdarahan post pasrtum sebesar 22,5%. di
Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga
sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan pasca salin
terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah
memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. (Winkjosastro H dkk ,2012:73).
Menurut Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015 jumlah
kematian ibu dilaporkn yaitu 160 orang per 100.000 kelahiran hidup, terdiri
dari kematian ibu hamil 54 orang (28,1%), kematian ibu bersalin 60 orang (40%),
kematian ibu nifas 55 orang (30%), jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu pada tahun 2014 sebanyak 116 orang 100.000 kelahiran hidup (Profil
kesehatan sulawesi selatan 2015).
Penanganan
perdarahan pasca persalinan
membutuhkan keahlian tersendiri dan memerlukan kerjasama multi displin. Kegagalan untuk menilai gambaran klinis, perkiraan
kehilangan darah yang tidak adekuat, pengobatan yang tertunda , kurangnya kerja
tim multidisiplin dan kegagalan untuk mencari bantuan adalah beberapa masalah yang penting
untuk diperhatikan. Dokter harus menyadari tindakan bedah dan waktu intervensi yang tepat serta
tim yang efektif bekerja dapat memperbaiki hasil akhir. (Mukherjee S, Arulkumaran S,
2012:150).
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu
berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan
terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh
karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan,
penggunaan darah ndengan
segera merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak. Setiap wanita hamil, dan nifas
yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan
penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat. Mengingat komplikasi yang
sangat fatal dapat terjadi akibat keterlambatan penanganan perdarahan pasca
salin, pengenalan dini dan penanganan segera dan tepat terhadap adanya
tanda-tanda perdarahan pasca salin akibat atonia uteri akan menyelamatkan
penderita dari kematian. Tindakan pertama berupa perbaikan kontraksi uterus
harus segera dilakukan secara simultan dengan usaha pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya syok akibat perdarahan tersebut, dalam hal ini penting
dilakukan suatu pengawasan yang ketat terhadap tanda-tanda vital penderita dan
keseimbangan cairannya. (Prawirohardjo S,2012:83).
Berdasarkan data di Medical record
di RSUD Labuang Baji Makassar
angka kejadian perdarahan post partum sekunder pada tahun 2013 sebanyak 13
kasus, dan tahun pada tahun 2014 sebanyak 10 kasus. Sedangkan tahun 2015 sebanyak 14 kasus. Sehingga
kejadian perdarahan post pasrtum sekunder dari tahun 2013-2015 sebanyak 37 orang
.(Rekam Medik RSUD Labuang Baji Makassar, 2016).
Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus dengan
judul Asuhan Kebidanan Post Natal Pada Ny.”X” dengan Perdarahan Post Partum Sekunder
Untuk
mendapatkan kelanjutan dari isi KTI (BAB II, III, IV, V) tersebut...
silahkan
download DISINI
Untuk mendapatkan Passwordnya silahkan Whatsapp di nomor ini 081242949477 (Tidak menerima panggilan telepon).
Post a Comment for "KTI AKBID: Asuhan Kebidanan Post Natal Pada Ny.”X” dengan Perdarahan Post Partum Sekunder "