BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. (Manuaba.2010)
Ketuban pecah
dini adalah ketuban pecah sebelum ada tanda- tanda persalinan, tanpa
memperhatikan usia gestasi dan dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau
lebih. (Varney, H. 2010)
Beberapa faktor
yang berhubungan dengan ketuban pecah dini dalam penelitian ini antara lain
umur ibu, paritas, dan kehamilan ganda. Faktor umur mempunyai pengaruh sangat
erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita, dimana reproduksi sehat
merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan.
Umur yang terlalu muda (< 20 tahun) atau terlalu tua (> 35 tahun)
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang kurang sehat.
(Wiknjosastro H, 2010). Paritas adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan
kelahiran janin yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan atau pada
usia kehamilan lebih dari 28 minggu dan berat badan janin mencapai lebih dari
1000 gram. Frekuensi melahirkan yang sering dialami oleh ibu merupakan suatu
keadaan yang dapat mengakibatkan endometrium menjadi cacat dan sebagai
akibatnya dapat terjadi komplikasi dalam kehamilan. (Varney, 2011).
Berdasarkan
hasil penelitian dari Siswosudarmo, di RSUD Unggaran 2012 yang berjudul Hubungan
Antara Usia, Paritas Dengan Persalinan Kala II Lama diketahui bahwa usia ibu
yang mengalami KPD sebagian besar berusia > 35 tahun yaitu 13 orang. Di usia
ini fungsi reproduksi sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi
normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi serta beresiko lebih
tinggi.
Menurut Morgan.
G dan Hamilton. C (2011) kemungkinan yang menjadi faktor penyebab terjadinya
KPD adalah usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari
pada ibu muda.
Berdasarkan
hasil penelitian dari Eka Purwanti, di RSUD Wates Kulon Progo, 2014 yang
berjudul Hubungan antara Persalinan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum terdapat banyak paritas yang mengalami KPD, hal ini dikarenakan banyaknya
jumlah persalinan akan mempengaruhi proses embryogenesis sehingga selaput
ketuban yang terbentuk akan lebih tipis.
dimana
peningkatan paritas akan menyebabkan kerusakan pada serviks selama kelahiran
bayi sebelum nya sehingga mengakibatkan kerusakan pada selaput ketuban ( Norma,
2013).
Berdasarkan
hasil penelitian dari Asty Surya putri, di RSUD Unggaran, tahun 2013 yang
berjudul Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Komplikasi Persalinan
Di Rumah Sakit Roemani Kota Semarang di ketahui bahwa kehamilan ganda termasuk
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, pada tahun
2013 terdapat 20 orang mengalami Ketuban Pecah Dini.
Nugroho. T
(2012) menambahkan faktor penyebab terjadinya KPD adalah tekanan intrauterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus: misalnya
hidramnion, gemeli).
Menurut World Health Organization (WHO) bahwa
setiap tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari
500.000 orang. Sebagian besar kematian ibu terjadi di negara berkembang karena
kurang mendapat akses pelayanan kesehatan, kekurangan fasilitas, terlambatnya
pertolongan, persalinan “dukun” disertai keadaan sosial ekonomi dan pendidikan
masyarakat yang masih tergolong rendah.
Di Indonesia
angka kematian ibu masih tinggi dan merupakan masalah yang menjadi
prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan
masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan Angka Kematian Ibu (AKI)
sebanyak 228/100.000 kelahiran hidup. Dalam upaya mempercepat penurunan
AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi “Empat Pilar Save Motherhood“ meliputi keluarga
berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman dan pelayanan obstetrik
esensial.
Ketuban Pecah Dini
(KPD) merupakan penyebab yang paling sering pada saat mendekati persalinan.
Angka insidensi ketuban pecah dini pada tahun 2010 berkisar antara 6-10 % dari
semua kelahiran. Angka kejadian KPD yang paling banyak terjadi ada kehamilan
cukup bulan yaitu 95 %, sedangkan pada kehamilan prematur terjadi sedikit 34 %
(Depkes, 2010).
Menurut data
yang diperoleh dari Rumah sakit Umum Daerah Labuang Baji dengan jumlah persalinan
pada tahun 2014 sebanyak 699 orang, adapun persalinan dengan Ketuban Pecah Dini
sebanyak 101 orang (3,68 %). Sedangkan kejadian Ketuban Pecah Dini pada tahun 2015
mengalami peningkatan yaitu sebanyak 248 orang dari 795 persalinan. Ketuban
Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah. Ketuban
Pecah Dini merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan persalinan yang
berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian meternal-perinatal yang
dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana selaput ketuban yang menjadi
penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak ada sehingga dapat
membahayakan bagi ibu dan janinnya. Persalinan dengan Ketuban Pecah Dini
biasanya dapat di sebabkan oleh multi/grandemulti, overdistensi (hidroamnion,
kehamilan ganda), disproporsio sefalo pelvis, kelainan letak (lintang dan
sungsang). Oleh sebab itu, Ketuban Pecah Dini memerlukan pengawasan yang ketat
dan kerjasama antara keluarga dan penolong (bidan dan dokter) karena dapat meyebabkan
bahaya infeksi intra uterin yang mengancam keselamatan ibu dan janinnya. Dengan
demikian, akan menurunkan atau memperkecil resiko kematian ibu dan bayinya.
(Manuaba, 2011).
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
Pada Ibu Bersalin Di
RSUD Labuang Baji
Tahun 2016.
Tahun 2016.
B.
Rumusan Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan antara umur ibu
dengan kejadian ketuban pecah dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD
Labuang Baji
Tahun 2016 ?
Tahun 2016 ?
2. Apakah ada hubungan antara paritas
dengan kejadian ketuban pecah dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD
Labuang Baji
Tahun 2016 ?
Tahun 2016 ?
3. Apakah ada hubungan antara kehamilan
ganda dengan kejadian ketuban pecah dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD
Labuang Baji
Tahun 2016 ?
Tahun 2016 ?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun
tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui
faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban
pecah dini
2. Tujuan Khusus
Adapun
tujuan khusus yang ingin dicapai, yaitu :
a. Untuk mengetahui hubungan umur ibu
dengan kejadian ketuban pecah dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD
Labuang Baji
Tahun 2016.
Tahun 2016.
b. Untuk mengetahui hubungan paritas
dengan kejadian ketuban pecah dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD
Labuang Baji
Tahun 2016.
Tahun 2016.
c. Untuk mengetahui hubungan kehamilan
ganda dengan kejadian ketuban pecah dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD Labuang
Baji Tahun 2016.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat
Ilmu pengetahuan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
dalam bidang kesehatan reproduksi khususnya Ketuban Pecah Dini dan sebagai salah
satu acuan bagi peneliti berikutnya.
2.
Manfaat
bagi Institusi
Sebagai
bahan informasi bagi institusi kesehatan khususnya kebidanan dalam upaya
peningkatan kesehatan ibu dan anak
3.
Manfaat
bagi Peneliti
Merupakan
pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam upaya memperluas wawasan dan ilmu
pengetahuan khususnya tentang Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
I.
Tinjauan Tentang Ketuban Pecah Dini
A. Pengertian
Ketuban Pecah Dini
1. Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam
sebelum terjadi in partu. (Manuaba.2010)
2. Ketuban pecah dini adalah ketuban
pecah sebelum ada tanda- tanda persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi dan
dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. (Varney, H. 2010)
3. Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum in partu, pada pembukaan <
4 cm (fase laten) yang dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. (Nugroho,T. 2010)
B. Etiologi
Ketuban Pecah Dini (Saifuddin, A.B. 2010)
Walaupun banyak
publikasi tentang Ketuban Pecah Dini, namun penyebab sebelumnya belum diketahui
dan tidak dapat di tentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan Ketuban Pecah Dini, namun faktor
mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor presdisposisi
yaitu :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung
pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan
ketuban biasa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
2. Serviks inkompeten, kanalis
servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri
(akibat persalinan dan kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi
atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,
hidramnion dan gemeli. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah
Dini karena biasanya disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
5. Trauma, akibat kecelakaan kendaraan
bermotor dan terjatuh sehingga menyebabkan terjadinya tekanan intra uterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan.
C. Faktor
Lain Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (Nugroho,T. 2010)
1. Faktor golongan darah akibat golongan darah
ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
2. Faktor disproporsi antara kepala
janin dan panggul ibu (sevalo pelvic disproporsi).
3. Faktor multi gravidatis, dimana pada
kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses embryogenesis sehingga
selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput
ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda inpartu.
4. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam
askorbat (vitamin C).
D. Diagnosa
Ketuban Pecah Dini (Sujiyatini. 2012)
Menegakkan
diagnosa Ketuban Pecah Dini secara tepat sangat penting. karena diagnosa
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi
terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
Sebaliknya diagnosa yang negative palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya. Oleh karena itu, di perlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa
Ketuban Pecah Dini di tegakkan dengan cara :
1. Anamnesa
Penderita
merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu diperhatikan warna, keluarnya
cairan sebelum ada his atau his belum teratur dan belum ada pengeluran lendir
darah.
2. Inspeksi
Pengamatan
dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan
dengan speculum pada Ketuban Pecah Dini akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE), apabila belum juga tampak keluar maka fundus
uteri di tekan, penderita di minta batuk, mengejan atau mengadakan manuvover
valsava atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada forniks anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan
dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan
dalam vagina dengan toucher perlu di pertimbangkan, pada kehamilan yang kurang
bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam.
Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen
bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan dalam vagina yang dilakukan
apabila Ketuban Pecah Dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan di batasi sedikit mungkin.
5. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini
a. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina
ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau secret vagina.
1) Tes lakmus (tes nitrazin) yaitu jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan yang
bersifat basa menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
2) Mikroskopik (tes pakis) yaitu memasang
speculum steril menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan specimen, baik dari
cairan vorniks vagina posterior maupun cairan dari orifisium serviks karena
lendir serviks juga berbentuk pakis, hapus specimen pada objek mikroskop dan
biarkan seluruhnya kering minimal 10 menit kemudian lihat di bawah mikroskop
untuk memeriksa pola pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini di maksudkan
untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban
pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. (Nugroho, T. 2010).
E. Insidensi
Ketuban Pecah Dini (Manuaba. 2010)
Insidensi
Ketuban Pecah Dini berkisar antara 5-10 % dari semua kelahiran. Hal
yang menguntungkan dari angka kejadian Ketuban Pecah Dini yang
dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan cukup bulan dari pada
kurang bulan, yang bekisar 70 % sedangkan pada kehamilan kurang bulan terjadi
sekitar 30%.
F. Komplikasi
Pada Ketuban Pecah Dini (Nugroho, T. 2010)
Komplikasi yang
timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan yaitu :
1. Infeksi intrauterine
2. Persalinan prematuritas
3. Keluarnya tali pusat (prolaps tali
pusat)
4. Hipoksia dan asifiksia
G. Patofisiologi
Ketuban Pecah Dini (Sujiyatini. 2011)
Mekanisme terjadinya Ketuban Pecah
Dini yaitu :
1. Terjadinya pembukaan premature
serviks
2. Membrane terkait dengan pembukaan
terjadi :
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah
spontan
c. Jaringan ikat yang menyanggah
membrane ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban di
percepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik dan enzim
kolagenase. (Manuaba. 2010).
H.
Penanganan Ketuban Pecah Dini
(Saifuddin, A.B. 2010)
1. Konservatif
a. Rawat di rumah sakit dengan tirah
baring.
b. Berikan antibiotic (ampisilin 4 x
500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari).
c. Jika umur kehamilan < 32-34
minggu, di rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak
lagi keluar.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
belum inpartu tidak ada infeksi, tes busa negative berikan dexametason,
observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada umur
kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexametason,
dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada
infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu,
leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterine).
g. Pada usia kehamilan 32-37 minggu
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 minggu
sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.
2. Aktif
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi
dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea dapat pula di berikan
misoprostol 25-50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri jika :
1) Bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan
dengan seksio sesarea.
2) Bila skor pelvic > 5, induksi
persalinan
II.
Tinjauan Tentang Persalinan
1.
Pengertian Persalinan Menurut Berbagai Sumber
a. Persalinan
adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan
atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan kekuatan sendiri. (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba,
SpOG. 2010)
b. Persalinan
adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup di dunia luar, dari dalam rahim
melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Sarwono.P, 2010)
c. Persalinan
adalah suatu proses pengeluaran
hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
(Sarwono.P,
2011)
2.
Macam-macam persalinan (Sarwono Prawirohardjo
2011)
a. Persalinan
normal di sebut juga partus normal adalah proses lahirnya bayi pada letak
belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat endiri, tanpa
bantuan alat serta tidaak melukai ibu dan bayi yang pada umumnya berlangsung
kurang dari melukai ibu dan bayi yang pada umumnya berlangsung kurang dari 24
jam.
b. Partus
buatan adalah persalinan pervaginam dengan menggunakan alat-alat atau melalui
dinding perut dengan operasi, misalnya:
1) Ekstraksi
Forseps
Suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang di kepala
bayi.
2) Ekstraksi
vakum
Suatu persalinan buatan di
mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepala bayi.
3) Embriotomi
Suatu persalinan buatan
dengan cara melukai atau merusak bagian-bagian tubuh janin sehingga dapat lahir
pervaginam tanpa melukai ibu.
4) Sectio
Cesarea
Suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan rahim.
c. Persalinan
anjuran/induksi persalinan adalah suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung
sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya
kontraksi.
3. Sebab-sebab terjadinya persalinan
Teori-teori
menurut (Asrinah dkk, 2010) dapat menyebabkan terjadinya persalinan yaitu:
a. Teori
penurunan hormon: 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot
polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his
bila kadar progesteron turun.
b. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan
turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh
darah. Hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori
distansi rahim: rahim yang menjadi besar dan merenggang yang menyebabkan
iskemia otot-otot rahin sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenta.
d. Teori
iritasi mekanik: dibelakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus
frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala
janin akan timbul kontraksi uterus.
e. Induksi
partus, partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan:
1) Gagang
laminaria
2) Amniotomi
3) Oksitosin
drips
f. Teori
prostaglandin, pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkkan kontraksi
otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.
4. Tanda-tanda permulaan persalinan
Sebelum
terjadinya persalinan wanita hamil akan memasuki kala pendahuluan.
Tanda-tandanya sebagai berikut (Sarwono Prawirohardjo 2010):
a. Lightening
atau setting atau dropping, yaitu kepala janin turun memasuki pintu atas
panggul pada primigravida.
b. Perut
kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
c. Persaan
sering-sering atau susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian terendah
janin.
d. Perasaan
sakit di perut dan bagian pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah
e. Serviks
menjadi lembek, mulai memudar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah.
5. Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses persalinan (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, Sp.OG.
2011)
a. Passenger
(janin dan plasenta)
b. Passageway
(jalan lahir)
c. Power
(kekuatan)
6. Tahap-tahap
persalinan (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, Sp.OG. 2010)
a. Kala
I yaitu dimulai dan saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10cm). proses ini
berlangsung antara 18-24 jam, terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam), serviks
membuka sampai 3 jam dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10
cm.
b. Kala
II yaitu dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir, proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
c. Kala
III yaitu dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
d. Kala
IV yaitu dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
III.
Tinjauan
Tentang Umur
A. Defenisi
Umur
Umur adalah
lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan ( Ali Lukman,
1999).
Umur ibu adalah
usia saat melahirkan yang dinyatakan dalam tahun kalender, umur bertambah
sejalan dengan perkembangan biologis organ-organ tubuh manusia yang pada usia
tertentu mengalami perubahan.
Umur ibu pada
saat hamil merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan
dan persalinan. Umur yang dianggap berisiko adalah umur di bawah 20 tahun dan
di atas 35 tahun. Faktor yang mempunyai pengaruh sangat erat dengan
perkembangan alat-alat reproduksi wanita dimana reproduksi sehat merupakan usia
yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu 20-35
tahun, dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan melahirkan adalah
20-30 tahun (Wiknjosastro, 2010).Sedangkan umur ibu pada
saat melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun berisiko
untuk melahirkan anak yang tidak sehat. Umur dibawah 20
tahun alat-alat reproduksinya belum begitu sempurna untuk menerima
keadaan janin, sementara umur yang lebih dari 35 tahun dan sering
melahirkan, fungsi alat reproduksinya telah mengalami kemunduran
(Wiknjosastro, 2012).
B.
Pengaruh umur terhadap Ketuban Pecah
Dini
Usia ibu hamil
terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai
risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan
pada umur dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan janin
dan segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental dan
emosional, sedangkan pada umur diatas 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami kemunduran atau degenerasi
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama ketuban pecah
dini.
IV.
Tinjauan
Tentang Paritas
A. Defenisi
paritas
Paritas adalah
jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin yang memenuhi syarat
untuk melangsungkan kehidupan atau pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu dan
berat badan janin mencapai lebih dari 1000 gram. Frekuensi melahirkan yang
sering dialami oleh ibu merupakan suatu keadaan yang dapat mengakibatkan endometrium
menjadi cacat dan sebagai akibatnya dapat terjadi komplikasi dalam kehamilan.
(Varney, 2010)
B. Pengelompokkan
paritas
IBG Manuaba
(1998) mengelompokkan paritas kedalam berbagai kategori, yaitu :
1. Primipara (paritas 1) yaitu
wanita yang telah melahirkan seorang anak, cukup besar untuk hidup
didunia luar (matur atau prematur).
2. Multipara (paritas 2-3) adalah
wanita yang telah melahirkan tiga orang anak yang cukup besar
untuk hidup didunia luar (matur atau prematur).
3. Grandemultipara (paritas ≥ 5)
adalah wanita yang telah melahirkan tiga orang anak atau lebih yang cukup besar
untuk hidup didunia luar (matur atau prematur).
C. Pengaruh
paritas terhadap Ketuban Pecah Dini
Penyebab KPD
belum diketahui secara pasti, namun menurut Sarwono Prawirohardjo kemungkinan
yang menjadi faktor predisposisi adalah faktor multigraviditas/paritas. (Prawirohardjo,
2010)
Paritas 2-3
merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian
ketuban pecah dini. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai
risiko terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang
rendah (satu), alat-alat dasar panggul masih kaku (kurang elastik)
daripada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti)
cenderung bekerja tidak efesien dalam persalinan (Cunningham, 1998).
V.
Tinjauan
Tentang Kehamilan Ganda
A. Defenisi
Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda
dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih
embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih
ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara
dini hingga membentuk dua embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau
lebih awal. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap
ibu dan janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan ganda harus
dilakukan perawatan antenatal yang intensif. (Manuaba, dkk. 2011).
B. Pengaruh
Kehamilan Ganda terhadap ketuban Pecah Dini
Kehamilan ganda
adalah kehamilan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko
yang lebih tinggi baik bagi janin maupun ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan hamil yang intensif. Faktor yang
dapat meningkatkan kemungkinan hamil kembar adalah factor ras, keturunan, umur,
dan paritas. Factor resiko ketuban pecah dini pada kembar dua 50% dan kembar
tiga 90% (Manuaba,dkk. 2011).
Hamil ganda
dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban
pecah sebelum waktunya (Maria, 2010).
BAB
III
KERANGKA KONSEP
A.
Dasar
Pemikiran Variabel Penelitian
Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban
secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak
timbul tanda-tanda awal persalinan. Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD
berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan
30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau hanya sekitar 1,7% dari
seluruh kehamilan.Pecahnya ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap
kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan
persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Bila periode laten terlalu
panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan anak. (Suwiyoga IK, 2006).Penyebab utama
Ketuban pecah dini belum diketahui pasti namun menurut beberapa penelitian
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya infeksi, defisiensi vitamin
C, faktor selaput ketuban, umur dan paritas, kehamilan ganda, faktor sosial
ekonomi. Berdasarkan tinjauan pustaka dan tujuan dari penelitian, maka variabel
yang akan diteliti, antara lain :
1.
Umur
Faktor umur
mempunyai pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita,
dimana reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita
untuk hamil dan melahirkan. Umur yang terlalu muda (< 20 tahun) atau
terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan
bayi yang kurang sehat.
2.
Paritas
Paritas adalah
jumlah bayi yang dilahirkan, baik hidup maupun mati. Ibu yang sering
melahirkan mempunyai risiko kematian anak yang tinggi. Semakin tinggi
paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya
struktur serviks akibat persalinan sebelumnya. Paritas 2-3 merupakan paritas
yang paling aman ditinjau dari kejadian ketuban pecah dini. Paritas 1 (satu)
dan paritas tinggi (≥ 3) mempunyai angka kejadian ketuban pecah dini
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, maka lebih tinggi kemungkinan terjadi
ketuban pecah dini. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
antenatal, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah
dengan Keluarga Berencana (KB).
3.
Kehamilan
Ganda
Kehamilan ganda
dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih
embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih
ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara
dini hingga membentuk dua embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau
lebih awal. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap
ibu dan janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan ganda harus
dilakukan perawatan antenatal yang intensif. (Manuaba, dkk. 2007).
B.
Kerangka
Konsep
Berdasarkan variabel yang telah dikemukakan diatas,
dibuatlah kerangka konsep pemikiran variabel yang diteliti, sebagai berikut :
Umur Ibu
|
Paritas
|
Kehamilan Ganda
|
Ketuban
Pecah Dini
|
Keterangan :
= Variabel Independen
=
Variabel Dependen
C.
Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1.
Ketuban
Pecah Dini
Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum in partu,
pada pembukaan < 4 cm (fase laten) yang dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. (Nugroho,T. 2010)
Ketuban Pecah
Dini yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum inpartu.
Kriteria
Objektif :
Ya : Bila ketuban pecah belum ada tanda
persalinan atau pecah ≥ 12 jam.
Tidak
: Bila ketuban belum pecah.
2.
Umur
ibu
Umur ibu adalah usia saat melahirkan
yang dinyatakan dalam tahun kalender, umur bertambah sejalan dengan
perkembangan biologis organ-organ tubuh manusia yang pada usia tertentu
mengalami perubahan. (Wiknjosastro, 2010)
Yang dimaksud
umur ibu dalam penelitian ini adalah umur terakhir yang dicapai oleh
seorang ibu sampai saat bersalin dan dinyatakan tahun sesuai yang tercantum dalam
kartu.
Kriteria
Objektif :
Reproduksi
kurang sehat : Bila usia ibu yang
melahirkan < 20 dan >35 tahun.
Reproduksi
sehat : Bila usia ibu
yang melahirkan antara 20-35 tahun.
3.
Paritas
Paritas adalah
jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin yang memenuhi syarat
untuk melangsungkan kehidupan atau pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu dan
berat badan janin mencapai lebih dari 1000 gram. (Varney, 2010)
Yang dimaksud
paritas dalam penelitian ini adalah frekuensi kehamilan dan persalinan yang
pernah dialami oleh ibu, yang tercatat dalam kartu.
Kriteria
Objektif :
Resiko tinggi
: Bila frekuensi kehamilan dan melahirkan 1 atau > 3 orang.
Resiko
rendah : Bila frekuensi kehamilan dan melahirkan 2-3 orang
4.
Kehamilan
Ganda
Kehamilan ganda
dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih janin
yang diketahui pemeriksaan djj yang menunjukan perbedaan sekaligus. Kehamilan
ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila
satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang
sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal. (Manuaba, dkk. 2011).
Yang dimaksud
kehamilan ganda dalam penelitian ini adalah suatu kehamilan dimana terdapat dua
atau lebih embrio atau janin sekaligus sesuai yang tercatat dalam kartu status
ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji.
Kriteria
Objektif :
Resiko
tinggi : Bila ibu
mengalami kehamilan ganda
Resiko
rendah : Bila ibu mengalami
kehamilan tunggal
D.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis
adalah suatu asumsi masalah atau pertanyaan tentang hubungan antara dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian
adalah sebagai berikut :
1.
Hipotesis
Nol (Ho)
a. Tidak ada hubungan antara umur ibu
dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum
Labuang baji
b. Tidak ada hubungan antara paritas
dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah
Labuang Baji
c. Tidak ada hubungan antara kehamilan
ganda dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum
Daerah Labuang Baji
2.
Hipotesis
Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara umur ibu dengan
kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah
Labuang Baji
b. Ada hubungan antara paritas dengan
kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah
Labuang Baji
c. Ada hubungan antara kehamilan ganda
dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah
Labuang Baji.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimul
Hidayat A. Aziz. 2010. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik
Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta
Alwi, H. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka
Arikunto
Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta, Jakarta
Arum,
DNS., dan Sujiyatini. 2012. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.
Jogjakarta : Nuha Medika
Asty Surya
putrid 2013, Faktor–Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Rumah Sakit Roemani Kota
Semarang di RSUD Unggaran, tahun 2013. Tersedia dalam :
<repository.usu.ac.id/abstract.pdf> (diakses 22 Mei 2016).
Cunningham
Gary F. 2010. Obstetri Williams Edisi 21. EGC, Jakarta Manuaba IBG,
2008. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin obstetri, Ginekologi, dan
KB. EGC, Jakarta
eka purwanti, ,
2014. Hubungan antara Persalinan Ketuban
Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Wates Kulon Progo tahun
2014. Tersedia dalam : <repository.usu.ac.id/abstract.pdf> (diakses
22 Mei 2016).
Manuaba, I.B.G., 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan KB
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Morgan. G. dan Hamilton, C., 2010. Obstetri & Ginekologi : Panduan Praktik.
Jakarta : EGC.
Nugroho, T., 2012. Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan.Yogyakarta
: Nuha Medika.
Prawirohardjo
S. 2011. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta
: YBP-SP
Departemen Kesehatan. Profil dinas Kesehatan Sulawesi selatan 2010.
www.dinkesjsulsel.go.id, Diakses tanggal 18 mei 2016.
Saifuddin
AB. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBP-SP,
Jakarta
Suwiyoga
IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini
terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia
Kedokteran, No 151. 2011
Siswosudarmo, 2012. Hubungan Antara Usia, Paritas Dengan
Persalinan Kala II Lama DI RSUD Unggaran Tahun 2011. Tersedia dalam:
<repository.usu.ac.id/abstract.pdf> (diakses 22 Mei 2016).
Trisno
Nugroho Didi , 2010. Hubungan Antara Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Nilai
Apgar Pada Kehamilan Aterm Di Badan Rumah Sakit Cepu. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Varney
Helen, dkk. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. EGC, Jakarta
Wiknjosastro
Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. YBP-SP, Jakarta
Untuk Mendapatkan Kelengkapan dari KTI di atas anda bisa menghubungi nomor berikut ini: 081242949477 atau bisa chat lewat email iwansyahhmimpo@gmail.com
Post a Comment for "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin "