Awal Februari depan, saya menawarkan untuk mengadakan sebuah acara motivasi plus Bedah Buku Free of Charge di sebuah kampus di Jawa Tengah. Butuh perjalanan 12 jam dari Malang untuk ke sana. Cukup jauh.
Sebuah kampus terkenal di Jakarta dan Yogyakarta membatalkan, dalam sebuah event yang berbeda, karena fee saya terlalu mahal. Kampus terkenal di Denpasar Bali bilang tidak bisa, karena tidak ada ruang kelas kosong. Kalapun bisa, minta hadiah SATU buku sebagai kompensasi. Sebuah kampus besar di Kediri, batal, tanpa ada pemberitahuan awal. Kampus di Solo, tidak ada jawaban sesudah beberapa kali kontak lewat telepon. Kampus di Jember, malah sesudah kami tiba di kampus, peserta sudah buyar, kurang koordinasi. Di sebuah kampus kondang di Surabaya, bilang lain kali saja. Di Malang, mohon ditunggu jawabannya. Di Kendari, gagal, katanya sangat minim pesertanya. Di Sumbawa, katanya lain kali saja. Di Medan, sedang menunggu respon teman-teman. Di Maluku dan Papua, tidak terdengar nasibnya…….
Saudara…….
Acara ini adalah bagian dari program Roadshow INT, sebagai salah satu bentuk ‘Pengabdian Masyarakat Kampus’, kepedulian perawat terhadap perawat. Dari perawat, oleh perawat dan untuk perawat, terkait dengan belum mantabnya mahasiswa yang memilih keperawatan sebagai jurusannya.
Yang kedua, dilatar-belakangi oleh kualitas layanan keperawatan kita yang diasumsikan rendah. Yang ketiga, karena minimnya lowongan kerja yang tidak imbang dengan jumlah lulusan. Yang keempat rendahnya animo perawat Indonesia mengisi peluang kerja di luar negeri yang sebenarnya juga menjanjikan. Ke lima, mindset masyarakat keperawatan itu sendiri terhadap profesi mereka.
Acara ini merupakan sikap konkrit kepedulian kami terhadap profesi yang dikemas dalam bentuk motivational event: kuliah motivasi, bedah buku dan diikuti initial screening bagi yang ingin ke luar negeri. Tentu saja memiliki nilai akademik yang tinggi (bagi mereka yang ngerti), punya greget akreditasi, kegiatan akademik yang dinamis, memberikan penyegaran bagi mahasiswa dan kampus. Secara umum, konstruktif.
Oleh seorang kenalan dekat yang menghubungkan kami dengan kampus, ternyata jawaban yang kami peroleh dari orang nomer satu di kampus tersebut, jabatannya sebagai direktur,: “Kalau hanya motivasi dan jualan buku, sebaiknya tidak usah!”
Jawaban seperti ini sungguh sangat disesalkan. Seorang pemimpin perguruan tinggi yang mestinya menjunjung nilai-nilai sebuah motivasi sebagai fondasi profesi, khususnya generasi muda, malah beropini sebaliknya, melecehkan. Beliau tidak menyadari, bahwa yang membuat profesi ini dipinggirkan bukan karena lulusan perawat kita tidak terampil, bukan karena tidak pintar dan bukan pula karena kurang pengetahuan. Namun, karena motivasi yang ‘salah’ sehingga mereka: merasa terjebak, lulus kemudian menganggur, dibayar murah dan tidak tahu harus berbuat apa dengan profesi. Bahkan, sistem pengajaran yang ‘kurang tepat’, kalau boleh saya katakan. Bagaimana tepat ngajarnya, jika banyak dosen yang tidak tahu seluk beluk mengajar, kemudian otomatis berdiri dan menjelaskan di depan kelas?
Sebagai seorang penulis, saya merasa dilecehkan karena saya diangap seorang jualan buku. Meski tidak menolak, Yessss!!!! saya butuh duit! Tapi, berapa sih duit hasil menjual buku maksimal yang bisa bawa 100 buah (itu pun sudah berat sekali) jika per buku keuntungan saya Rp 20 ribu? Itupun, hanya sedikit yang beli, karena generasi muda saat ini lebih suka membaca status di FB serta sms ketimbang buku motivasi nursing yang langka ini. Kalaupun buku saya terjual semua, paling banter Rp 2 juta uang yang masuk. Duit segitu, tidak cukup untuk beli tiket Kereta Api dua orang team kami, makan tiga kali, serta nginap di hotel. Apalagi jika harus membawa kendaraan sendiri, bayar bensin dan sopir.
Saudara…..
Jangan kaget dengan mentalitas generasi muda keperawatan ini, karena banyak mereka ada yang dididik dalam naungan mentalitas pendidik seperti yang saya sebutkan di atas.
Bila saya sebutkan berapa jumlah honor ketika mengundang, mereka bilang terlalu mahal. Bila saya sebutkan terserah berapa kampus mampunya, mereka bilang saya tidak profesional. Bila saya jawab tidak usah bayar, mereka bilang saya ini murahan. Bila saya menawarkan coba dulu presentasi saya di depan 3-4 dosen senior, sebelum mengundang buat mahasiswa, mereka tidak berani.
Kesimpulannya, ternyata yang harus mendapatkan motivasi bukan mahasiswa keperawatan saja. Melainkan banyak pendidik profesi keperawatan, posisi-posisi senior keperawatan yang perlu dicuci pola pikir dan kinerjanya terhadap profesi ini. Jangan-jangan, mereka justru yang terpaksa memilih profesi ini?
Mohon maaf jika saya yang salah persepsi tentang anda para pengajar. Artikel ini merupakan hasil ungkapan saya sesudah mengelilingi tidak kurang 80 kampus di Indonesia. Bukan apa-apa tujuannya, kecuali bila anda peduli kepada masa depan mahasiswa, mari maju bersama, hidupkan lingkungan akademik, jangan monoton, beri kesempatan praktisi luar untuk terlibat dalam pengajaran, dan satu lagi, perluas wawasan kesempatan anak-anak, melalui orang-orang seperti kami, di luar pagar kampus, meski gelar kami tidak sepanjang deretan gelar anda. Agar masa depan mahasiswa lebih cerah!
Atau, saya perlu koreksi diri
Wallahu a’lam!
SYAIFOEL HARDY
Post a Comment for "Suara Hati Dosen - Dosen Keperawatan"