Bersatulah, Perawat Indonesia



Literasi Perawat ~ Profesi perawat sejatinya memiliki kekuatan terbesar penggerak di sektor kesehatan.
Bayangkan saja, menurut pusat data Kemenkes RI (2016), jumlahnya di Sulsel adalah urutan keenam terbanyak di Indonesia yaitu 12.448 orang dari 296.876 perawat yang tersebar di seluruh wilayah NKRI.

Senada dengan itu pada HUT Ke-45 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang digelar 17 Maret 2019 lalu, Ketua Umum DPP PPNI menyebut bahwa data per Mei 2018 jumlah perawat di Indonesia sudah mencapai sekitar 1 juta orang.

Dengan persentase jumlah perawat 60% dari seluruh jumlah tenaga kesehatan Indonesia. Percepatan penambahan jumlah perawat tidak dapat dipungkiri dikarenakan banyaknya institusi keperawatan.

Mulai dari vokasi: SPK dan D3 sampai profesi: S1 Ners, magister dan doktoral yang melakukan wisuda dua sampai tiga kali setahun yang tersebar di seluruh penjuru negeri.

Di tanah air ini, perawat butuh puluhan tahun untuk diakui sebagai satu profesi. Bukanlah rahasia jika sebuah profesi harus mendapatkan pengakuan hukum dan kelembagaan yang kalau mau diakui secara profesional.
Tahun ini PPNI sudah berusia 45 tahun, tapi konsil perawat belum muncul ke permukaan.

Konsil keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas independen untuk meningkatkan mutu praktik keperawatan dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat (JPPN, 2017).

Terbitnya Perpres 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) menjadi satu langkah yang besar bagi dunia keperawatan Indonesia

PPNI selaku induk organisasi profesi harus berani mengaum memperlihatkan besarnya massa perawat seluruh Indonesia.

Selain itu dibutuhkan inisiatif dan inovatif yang tanpa henti, terlebih di tengah tahun hiruk pikuk tahun politik ini kita akan mengikuti pesta demokrasi yang sangat rawan terjadi gesekan.

Perawat tidak boleh apatis apalagi buta politik. Saatnya masuk ke birokrasi legislatif maupun eksekutif ataukah memilih wakil yang mau memikirkan nasib perawat sekarang dan pada masa depan.
Bukan hanya menjadi obyek, kita harus menjadi subyek yang dengan aktif membangun profesi melalui wadah organisasi PPNI

Perawat haruslah bersatu mulai dari kurikulum, tipe akreditasi dan nama institusi, penamaan gelar, lama profesi, standar pemberian asuhan keperawatan, hingga persoalan uji kompetensi.

Sejak Undang-Undang Keperawatan (UUK) No. 38 Tahun 2014 yang terdiri atas XIII bab serta 66 Pasal ini disahkan di Jakarta pada 17 Oktober 2014 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

UUK merupakan dasar hukum praktek keperawatan di Indonesia. Meskipun tidak sedikit pro dan kontra tentang penyelenggaraan uji kompetensi perawat di Indonesia.

Keluhan demi keluhan mengalir deras di media sosial, bahkan dianggap membebani lulusan perawat.
Seharusnya semua mempelajari pentingnya uji kompetensi dengan melihat dasar dan tujuan penyelenggaraannya.

Hasil uji kompetensi adalah perawat-perawat yang kompeten. Kembalikan pada diri kita, mau tidak kita dirawat dengan perawat yang tidak kompeten?

Perlu adanya surat tanda registrasi (STR) sebagai lisensi dan bukti kompetensi masing-masing perawat melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien sesuai standar prosedur operasional (SPO).

Standar kompetensi perawat Indonesia mengacu pada standar yang telah dikeluarkan oleh PPNI, melalui Surat Keputusan Ketua Umum nomor 024/PP.PPNI/SK/K/XII/2009, tentang Standar Kompetensi Perawat Indonesia.

Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796 tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.

Sejalan dengan Permenristekdikti no.12 tahun 2016 tentang Uji Kompetensi Nasional untuk tenaga bidang kesehatan sebagai salah satu syarat kelulusan dari pendidikan vokasi atau profesi (uji kompetensi sebagai exit exam) yang akan diimplementasikan mulai akhir Juni 2019.

Tidak usahlah kita protes atau mengutukinya, lebih baik semua stakeholder bersatu memperbaiki dan meningkatkan kualitas institusi pendidikan.

Ketua Umum Dewan Perwakilan Pusat PPNI Harif Fadhillah SKep SH MHKes menyatakan dengan adanya UUK, maka institusi pendidikan harus mampu menyesuaikan dengan amanat yang tertuang dalam UUK tersebut dengan menambahkan kompetensi peserta didik dalam melakukan tindakan medis dan pengobatan terbatas, darurat dan keadaan keterbatasan tertentu ke dalam kurikulum Pendidikan Profesional Keperawatan (Ners) yang disusun oleh AIPNI, PPNI beserta pemerintah sehingga dapat mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk menjamin setiap Perawat memiliki Kompetensi yang dipersyaratkan sebelum melaksanakan praktik pelayanan Keperawatan.

Selanjutnya, praktik keperawatan ini harus menjunjung tinggi kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional, serta harus berdasarkan prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan oleh masyarakat (Kompas, 2018).

Jadi pelayanan atau asuhan keperawatan menjadi suatu layanan yang holistik dan komprehensif yang mencakup biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Izinkan saya meminjam kata inspiratif dari musisi senior Indonesia, Iwan Fals, Dunia kita satu, kenapa kita tidak bersatu?

Wahai perawat seluruh Indonesia mari bersatu, tidak egois, saling menopang, bergandengan untuk menjadi profesi ini lebih baik


Penulis : Nurlaeli Qadrianti
(Perawat dan Mahasiswa Magister KMB Pascasarjana Universitas Hasanuddin)
Editor : Iwansyah



Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Bersatulah, Perawat Indonesia"