BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan
ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas
kehidupan dan usia harapan hidup. Peningkatan kualitas hidup ini perlu dimulai
dari dini yaitu sejak berada dalam kandungan. Oleh karena itu kehamilan dan persalinan yang sehat serta perawatan dan penanganan masa
nifas yang benar sangat mempengaruhi potensi dari penerus keturunan di kemudian
hari (Manuaba, 2014).
Melahirkan merupakan
karunia terbesar bagi wanita dan momen yang sangat membahagiakan, tetapi kadang
harus menemui kenyataan bahwa tak semua menganggap seperti itu karena ada
wanita yang mengalami depresi setelah melahirkan. Depresi setelah melahirkan
ini salah satu gangguan psikologis yang dalam bahasa kedokterannya disebut
postpartum blues. Postpartum blues merupakan masa transisi mood setelah
melahirkan yang sering terjadi pada 50-70% wanita pasca melahirkan (Sujiyatini,
dkk. 2012)
Angka kejadian post pasrtum blues di
luar negeri cukup tinggi yakni 26–85 %.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan 81% angka kematian ibu
(AKI) akibat komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% kasus postpartum
blues (Kementrian
kesehatan republic health, 2014)
Berdasarkan referensi
dari data ASEAN, angka kejadian baby blues atau postpartum blues di Asia cukup
tinggi dan bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian baby
blues atau postpartum blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Mirza,
2012).
Di Indonesia, angka
kejadian postpartum blues antara 50-70% wanita pasca persalinan semula
diperkirakan angka kejadiannya rendah dibandingkan negara-negara lain, hal ini
disebabkan oleh budaya dan sifat orang Indonesia yang cenderung lebih sabar dan
dapat menerima apa yang dialaminya, baik itu peristiwa yang menyenangkan maupun
menyedihkan. Keadaan yang mempunyai tingkat keparahan sedang disebut neurosa
depresi atau depresi postpartum. Keadaan yang mempunyai tingkat keparahan
paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia.
Salah satu penyebab
terjadinya postpartum blues yaitu pengalaman dalam persalinan. Pengalaman
persalinan yang kurang menyenangkan dapat mempengaruhi perubahan psikologi
setelah melahirkan. Data ibu nifas di
provinsi Sulawesi selatan pada tahun 2015 sebanyak 614 orang dengan
riwayat persalinan yaitu bersalin normal spontan sebanyak 530 orang, bersalin
dengan tindakan (vacum,forsep,induksi) sebanyak 44 orang, bersalin secara SC
sebanyak 40 orang. Meskipun persalian normal sangatlah tinggi namun tidak
menutup kemungkinan dari wanita pasca persalinan mengalami postpartum blues.
Pada tahun 2013 dari bulan Januari-Mei terdapat 1 kasus ibu nifas dengan
postpartum blues. Beberapa faktor penyebab postpartum blues diantaranya yaitu
umur, paritas dan pengalaman persalinan.
Bidan memiliki peran
yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan ibu yang mengalami post partum
blues dengan cara melakukan pengawasan dan asuhan post partum masa nifas sangat
diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik
maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan pelayanan
KB.
Dari uraian di atas
peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus dengan judul Asuhan Kebidanan
Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues.
B.
Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup masalah
Karya Tulis Ilmiah ini adalah asuhan kebidanan pada Ny ‘‘X’’ dengan Post Partum
Blues
C.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan
Umum
Dapat
memperoleh pengalaman nyata dalam Asuhan Kebidanan Pada Ny “X” Dengan Post
Partum Blues
2. Tujuan
Khusus
a. Dapat
mengumpulkan data dasar Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues
b. Dapat
menginterprestasi data dasar Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues
c. Dapat
mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues
d. Dapat
mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlkan penanganan segera Pada
Ny.”X” dengan Post Partum Blues
e. Dapat
merencanakan asuhan yang menyeluruh Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues
f. Dapat
melaksanakan perencanaan yang menyeluruh Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues
g. Dapat
mengevaluasi asuhan yang menyeluruh Pada Ny.”X” dengan Post Partum Blues
D.
Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan
pada kasus tersebut di atas adalah :
1.
Manfaat Praktis
Sebagai
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Kebidanan
Akademi Kebidanan Yapma Makassar.
2.
Manfaat Institusi
Sebagai
bahan bagi insitusi pendidikan dalam penerapan penulisan karya tulis ilmiah
selanjutnya.
3.
Manfaat Ilmiah
Sebagai
salah satu sumber informasi bagi masyarakat dan petugas kesehatan utamanya
bidan dalam upaya penurunan angka kematian ibu khususnya yang berkaitan dengan post partum Blues
4. Manfaat
Penulis
Sebagai
tambahan pengalaman berharga bagi penulis untuk memperluas dan menambah wawasan
dalam asuhan kebidanan.
E.
Sistematika Penulisan
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Ruang
Lingkup Pembahasan
C. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
2. Tujuan
Khusus
D. Manfaat
Penulisan
E. Sistematika
Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan
Umum Tentang Post Natal
1. Pengertian Masa Nifas (Post Natal)
2.
Macam – Macam Nifas
3. Tujuan asuhan masa nifas
4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
5.
Aspek Psikososial Yang Terjadi Pada Masa Nifas
6.
Kebutuhan dasar ibu nifas
7.
Frekuensi Kunjungan Pada Masa Nifas
B. Tinjauan
khusus tentang Post Partum Blues
1. Pengertian
Post Partum Blues
2. Etiologi Post Partum Blues
3. Individu yang Beresiko Post Partum Blues
4. Patofisiologi Post Partum Blues
5. Gejalan-Gejala Post Partum Blues
6. Pemeriksaan
Penunjang Post Partum Blues
7. Penatalaksanaan
Post Partum Blues
8. Cara
Pencehagahan Post Partum Blues
C. Manajemen
Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
2.
Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Tinjauan
Umum Tentang Masa Nifas (Post Partuml)
1.
Pengertian Masa Nifas
Masa Nifas adalah masa yang dimulainya setelah partus
atau persalinan normal selesai dan berakhir selama kira-kira 6-8 minggu, akan
tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti semula dalam waktu 3
bulan. Masa nifas dengan riwayat episiotomi potensial terjadi infrksinifas dan
angka kematian terbesar di Indonesia disebabkan oleh infeksi (Istibartin,2012:56).
Asuhan masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini
karena merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya. Diperkirakan 60% kematian
ibu terjadi pada kehamilan dan persalinan, 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan bayi,
2/3 kematian terjadi dalam 4 minggu setelah persalian dan 60% kematian BBL
terjadi waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada
ibu dan bayi dalam masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini (Istibartin,2012:56).
2. Macam-Macam
Nifas
a. Puerperium
dini
Yaitu kepulihan dinama ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan dan boleh bekerja setelah 40 hari
b. Puerperiumintermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia lamanya 6 – 8 minggu
c. Remote
Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan atau
tahunan.
3. Tujuan
asuhan masa nifas
a. Memulihkan
dan mempertahankan kesehatan fisik ibu dengan :
1) Mobilasi
bertahap
2) Menjaga
kebersihan
3) Mencegah
terjadinya anemia
b. Memulihkan
dan mempertahankan kesehatan psikologis ibu dengan memberi dukungan dan
memperkuat keyakinan ibu dalam menjalankan peran ibu
c. Mencegah
terjadinya komplikasi selama masa nifas dan bila perlu melakukan pengobatan
ataupun rujukan
d. Memperlancar
dalam pembentukan ASI
e. Memberikan
konseling informasi dan edukasi / KIE pada ibu dan keluarganya tentang
perubahan fisik dan tanda- tanda infeksi, pemberian ASI, asuahan pada diri
sendiri, gizi seimbang, kehidupan seksual dan kontrasepsi sehingga ibu mampu
merawat dirinya dan bayinya secara mandiri selama masa nifas. (Mukherjee S,
Arulkumaran,2012:85).
4. Perubahan
Fisiologis Masa Nifas
Selama hamil, terjadi perubahan pada sistem tubuh
wanita, diantaranya terjadi perubahan pada sistem reproduksi, sistem
pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskuluskeletal, sistem endokrin, sistem
kardiovaskular, sistem hematologi, dan perubahan pada tanda- tanda vital. Pada
masa postpartum perubahan- perubahan tersebut akan kembali menjadi seperti saat
sebelum hamil. Adapun perubahannya adalah sebagai berikut :
a. Perubahan fisik
1) Keadaan umum segera setelah melahirkan umumnya sangat lemah, lebih-lebih
bila partus berlangsung lama. Sebenarnya nifas normal tidak sakit tetapi
membutuhkan waktu untuk mengembalikan keadaan umumnya yang mengalami perubahan
pada saat hamil dan persalinan sampai kemablai ke keadaan semula (Mochtar, 2013).
2) Suhu tubuh dapat meningkat 0.5 oC namun tidak lebih dari
38 oC, sesudah 12 jam pp kembali normal (36,5oC -
37,5oC). Adakalanya terjadi peningkatan pada hari pertama post
partum yang disebabakan faktor laktasi. Bila melebihi 38oC pada 24
jam pertama post partum merupakan tanda infeksi (Sarwono, 2011)
3) Denyut nadi umumnya berkisar 60-80 x/menit maksimal 100/menit dapat terjadi
bradikardi. Denyut nadi di masa nifas umumnya lebih dibandingkan suhunya.
Kecuali bila partus lama dan sulit sehingga kehilangan banyak darah dan dapat
terjadi takikardi. Bradikardi post partum pada hari 6-10 dengan denyut antara
40-70 kali/ menit adalah perubahan normal. (Sarwono, 2011).
4) Pernafasan setelah melahirkan normal ± 18x/menit. Bila fungsi paru-paru
baik, pernapasan akan normal, teratur dan cukup
5) Berat badan segera setelah melahirkan kehilangan sebesar 5kg atau berkurang sebesar 12 pound, yang desebabkan oleh keluarga bayi,
plasenta dan air ketuban.
b. Sistem
Reproduksi
1) Involusi
uterus
Involusi uterus melibatkan
reorganisasi dan penanggalan decidua /metrium dan pengelupasan lapisan pada
tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta
perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia
2) Involusi
tempat plasenta
3) Setelah
plasenta, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata
dan kira- kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini akan mengecil,
pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
4) Perubahan
ligamen
5) Ligamen-
ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilandan
partus, setelah janin lahir, berangsur- angsur menciut kembali seperti
sediakala.
6) Perubahan
pada serviks
Serviks mengalami involusi bersama-
sama uterus. Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman.Konsistensinya lunak kadang-kadang
teradapatperlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk
rongga rahim setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya
dapat dilalui 1 jari. (Sarwono, 2011:439).
5. Aspek
psikososial yang terjadi pada masa nifas
a. Fase taking
in
Yaitu terjadi fantasi, introspeksi,
proyeksi dan penolakan.perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya,mungkin
pasif dan ketergantungan
b. Fase taking
hold
Yaitu tahap meniru dan role play
c. Fase letting
go
Yaitu ibu sudah mengambil tanggung
jawab dalam merawat bayinya.
6. Kebutuhan
dasar ibu nifas
a. Nutrisi dan
Cairan
Disamping perawatan pada bayi, yang
juga sangat penting diperhatikan adalah merawat kesehatan ibu. Demikian pula
dengan asupan makanannya terutama bagi ibu yang menyusui
b. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat
dianjurkan bagi ibu pasca bersalin karena hal ini akan meningkatkan sirkulasi
darah dan mencegah resiko terjadi tromboplebitis, meningkatkan fungsi kerja
peristaltik dan kandung kemih sehingga dapat mencegah konstipasi dan retensi
urine serta ibu akan merasa sehat.
c. Eliminasi
BAB/ BAK
Ibu pasca bersalin harus berkemih
dalam 6-8 jam pertama minimal 200cc.
d. Kebersihan
diri
Menjaga kebersihan bagi ibu nifas
sangatlah penting karena ibu postpartum sangat rentan terhadap kejadian infwksi
sehingga ibu perlu selalu menjaga kebersihan seluruh tubuhnya, pakaian yang
dikenakannya serta kebersihan lingkungannya
7. Frekuensi
Kunjungan Masa Nifas
a. Kunjungan I
Waktu 6- 8 jam setelah persalinan
Tujuan :
1) Mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Mendeteksi
dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut
3) Memberikan
konseling pada ibu dan keluarganya cara mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri
4) Pemberian
ASI awal
5) Melakukan
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6) Menjaga bayi
tetap sehat dengan mencegah terjadinya hipotermi
7) Mendampingi
ibu dan bayi baru lahir bagi petugas kesehatan yang menolong persalinan ibu
minimal 2 jam setelah lahir atau sampai kondisi ibu dan bayi stabil
b. Kunjungan II
Waktu 6 hari setelah persalinan
Tujuan :
1) Memastikan
involusi uterus berlangsung normal yaitu kontraksi uterus baik, fundus uteri
dibawah umbilicus dan tidak ada perdarahan maupun bau yang abnormal
2) Menilai
adanya tanda- tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
3) Memastikan
ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
4) Memastikan
ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda- tanda peyulit
5) Memberikan
konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi meliputi : perawatan tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari- hari
c. Kunjungan
III
Waktu 2 minggu setelah persalinan
Tujuan sama dengan tujuan kunjungan
6 hari setelah bersalin
d. Kunjungan IV
Waktu 6 minggu setelah persalinan
Tujuan :
1) Mengidentifikasi
tentang kemungkinan terjadinya penyulit pada ibu dan bayinya
2) Memberikan
konseling metode kontrasepsi/ KB secara dini. (Sarwono, 2011:94).
B. Tinjauan
Khusus Tentang Post Partum Blues
1.
Pengertian
Post Partum Blues
Post Partum
Blues merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu yang
baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang
abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu
postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis,
dan psikosis pascapartum.
Postpartum
blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada saat fase
taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa
berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus
bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel,
pencemas, pemurungdan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau
trimester keempat kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada
depresi pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah
persalinan. Saat ini postpartum blues yang sering juga disebut maternity blues
atau baby blues diketahui sebagai suatu sindrom gangguan afek ringan yang
sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.
2.
Faktor-Faktor
Penyebab Post Partum Blues
Etiologi atau
penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui.
Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues,
antara lain:
a. Faktor hormonal yang berhubungan
dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol.
Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan
emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian
depresi.
b. Faktor demografi yaitu umur dan
paritas
c. Pengalaman dalam proses kehamilan
dan persalinan.
d. Latar belakang psikososial ibu
e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa
dengan bayinya.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
a. Lingkungan melahirkan yang dirasakan
kurang nyaman oleh si ibu.
b. Kurangnya dukungan dari keluarga
maupun suami.
c. Sejarah keluarga atau pribadi yang
mengalami gangguan psikologis.
d. Hubungan sex yang kurang
menyenangkan setelah melahirkan
e. Tidak ada perhatian dari suami
maupun keluarga
f. Tidak mempunyai pengalaman menjadi
orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung
untuk dirawat.
g. Takut tidak menarik lagi bagi
suaminya
h. Kelelahan, kurang tidur
i. Cemas terhadap kemampuan merawat
bayinya
j. Kekecewaan emosional (hamil,salin)
k. Rasa sakit pada masa nifas awal
Cycde (Regina dkk, 2012)
mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok dengan
gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan
kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan
emosional.
Nadesul (2012), penyebab nyata
terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah adanya ketidakseimbangan hormonal
ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita
dan Zamralita, 2013), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya
gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari
orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap
perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki
sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel
sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal
berhubungan dengan munculnya gejala depresi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Llewellyn karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum
adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang
berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan
dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah
melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa
kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami
komplikasi selama kehamilan.
Pitt (Regina dkk, 2012),
mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a. Faktor konstitusional. Gangguan post
partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang
meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari
kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita
primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b. Faktor fisik. Perubahan fisik
setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu
pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama
merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan
dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.
Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan
estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab
yang sudah pasti.
c. Faktor psikologis. Peralihan yang
cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu
yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan
Kennel (Regina dkk, 2012), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi
masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak..
d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk,
2011) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan
depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Menurut Kruckman (Yanita dan
zamralita, 2012), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh
faktor :
a. Biologis. Faktor biologis dijelaskan
bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen,
progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa
nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
b. Karakteristik ibu, yang meliputi :
1) Faktor umur. Sebagian besar
masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk
melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode
yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan
mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
2) Faktor pengalaman. Beberapa
penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood
(Regina dkk, 2012) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak
ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan
segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru
bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan
oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah
mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran
bayi pertama.
3) Faktor pendidikan. Perempuan yang
berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara
tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan
aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan
orang tua dari anak–anak mereka
4) Faktor selama proses persalinan. Hal
ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama
proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat
persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
5) Faktor dukungan sosial. Banyaknya
kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban
seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
3.
Individu
Yang Beresiko
Secara global
diperkirakan terdapat 20% wanita melahirkan menderita post partum blues, di
Belanda diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap gangguan ini.
Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum blues;
a. Ibu yang pernah mengalami gangguan
kecemasaan termasuk depresi sebelum hamil
b. Kejadian-kejadian sebagai stressor
yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan suaminya.
c. Kondisi bayi yang cacat, atau
memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh
sang ibu sebelumnya.
d. Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
f. Ketergantungan pada alkohol atau
narkoba
g. Kurangnya dukungan yang diberikan
oleh anggota keluarga, suami, dan teman
h. Kurangnya komunikasi, perhatian, dan
kasih sayang dari suami, atau pacar, atau orang yang bersangkutan dengan sang
ibu.
i. Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut
biaya, dan perawatan bayi.
j. Kurangnya kasih sayang dimasa
kanak-kanak
k. Adanya keinginan untuk bunuh diri
pada masa sebelum kehamilan.
4.
Patofisiologis
Para wanita
lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara
sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang
menekan. Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, bikimia
atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan
peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan
dokter.
Beberapa dugaan
kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu.
Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (2012) menunjukkan bahwa
depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di
kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis
(penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu
depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan
sebagainya.
Perubahan
hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu
depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan
gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala
tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga
yang tepat.
Faktor biologis
yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan kadar hormone
pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa terjadi
sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan pramenstruasi)
dan setelah persalinan (depresi post partum). Perubahan hormone serupa biasa
terjadi pada wanita pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi
tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor factor yang
berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau
bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias
menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit
tiroid menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya
depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan
nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula
kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung. Misalnya
AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya merusak otak;
secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak negative
terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum
sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan, bentuk
gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah
frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan
salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara
maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam
gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu pasca persalinan. Ada 3
tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum
depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2014).
Depresi
postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk,
2012), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari
dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan
libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut
Pitt (Regina dkk, 2012) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.
Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan
sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut
dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat
disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem
tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang
disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.
Menurut
Duffet-Smith (2013), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya
akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi
adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak
terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih
positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan.
Monks dkk (2014),
menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan
seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung
berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi
postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung
terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones
(2014), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa
postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita
yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan
emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah
gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari
pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan
bahkan sampai satu tahun.
5.
Gejala-Gejala
Post Partum Blues
Gejala – gejala
postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala
tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan.
Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :
a. sering tiba-tiba menangis karena
merasa tidak bahagia.
b. Tidak sabar.
c. Penakut.
d. Tidak mau makan.
e. Tidak mau bicara.
f. Sakit kepala sering berganti mood.
g. Mudah tersinggung ( iritabilitas).
h. Merasa terlalu sensitif dan cemas
berlebihan.
i. Tidak bergairah.
j. Tidak percaya diri.
k. Khususnya terhadap hal yang semula
sangat diminati.
l. Tidak mampu berkonsentrasi dan
sangat sulit membuat keputusan.
m. Merasa tidak mempunyai ikatan batin
dengan si kecil yang baru saja dilahirkan.
n. Merasa tidak menyayangi bayinya.
o. insomnia yang berlebihan.
Gejala – gejala
itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam
waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung
beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
Skrining untuk
mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin
yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner
dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS)
merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas
perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan
dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal
lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10
(sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan
jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi
perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab
sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et.
Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki
sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian
post-partum blues. EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara
seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan
dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi
pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
7.
Penatalaksanaan
Post Partum Blues
Penanganan
gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan
gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum
blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan
dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.
Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka
dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan
dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan
yang praktis.
Dengan bantuan
dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata
kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa
kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi.
Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya
dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli
obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk
kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan
penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli
psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para
petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya
dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan
dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa
tersebut serta penanganannya.
Post-partum
blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas
panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan
tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi
bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel,
bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang
mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu.
Secara garis
besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Tujuan dari
komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan
pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan
segala ketegangan emosi
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan
konstruktif.
d. Dengan cara peningkatan support
mental
Beberapa cara
peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya:
a. Sekali-kali ibu meminta suami untuk
membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya,
memasak, menyiapkan susu dll.
b. Memanggil orangtua ibu bayi agar
bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi
c. Suami seharusnya tahu permasalahan
yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap istrinya
d. Menyiapkan mental dalam menghadapi
anak pertama yang akan lahir
e. Memperbanyak dukungan dari suami
f. Suami menggantikan peran isteri
ketika isteri kelelahan
g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan
teman-temannya yang baru saja melahirkan
h. Bayi menggunakan pampers untuk
meringankan kerja ibu
i. mengganti suasana, dengan
bersosialisasi
j. Suami sering menemani isteri dalam
mengurus bayinya
Selain hal
diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri
klien sendiri, diantaranya dengan cara :
a. Belajar tenang dengan menarik nafas
panjang dan meditasi
b. Tidurlah ketika bayi tidur
c. Berolahraga ringan
d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru
sebagai ibu
e. Tidak perfeksionis dalam hal
mengurusi bayi
f. Bicarakan rasa cemas dan
komunikasikan
g. Bersikap fleksibel
h. Kesempatan merawat bayi hanya datang
1 x
i. Bergabung dengan kelompok ibu
8.
Cara
Mencegah Post Partum Blues
Berikut ini
beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum Blues yaitu :
a. Pelajari diri sendiri
Pelajari
dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap
kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan
secepatnya.
b. Tidur dan makan yang cukup
Diet
nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan
dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan.
c. Olahraga
Olahraga
adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit
dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan
menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda.
d. Hindari perubahan hidup sebelum atau
sesudah melahirkan
Jika
memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah
kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan
menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan
postpartum yang diderita.
e. Beritahukan perasaan
Jangan
takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan
butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak
nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
f. Dukungan keluarga dan orang lain
diperlukan
Dukungan
dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan.
Ceritakan pada pasangan atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia
menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu
berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan.
g. Persiapkan diri dengan baik
Persiapan
sebelum melahirkan sangat diperlukan.
h. Senam Hamil
Kelas
senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang
diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar
bersalin. Jika Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat
melahirkan akan dapat dihindari.
i. Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan
rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda melupakan golakan perasaan yang
terjadi selama periode postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda
curahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari
keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan
segalanya
j. Dukungan emosional
Dukungan
emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi
rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta
perubahan kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya.
k. Dukungan kelompok Postpartum Blues
l. Dukungan terbaik datang dari
orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda.
Carilah informasi mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda
ikuti, sehingga Anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.
C.
Proses Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
Proses Asuhan Kebidanan
Proses asuhan kebidanan adalah dinamis,
bertanggung jawab terhadap perubahan status kesehatan setiap wanita, dan
mengantisipasi masalah potensial sebelum terjadi.
Manajemen kebidanan
adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menetapkan metode pemecahan
masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnose
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Hidayat Asri, 2012).
2. Tahapan Dalam Proses Asuhan Kebidanan
a. Langkah I. Identifikasi Data Dasar
Mengumpulkan data adalah menghimpun
informasi tentang klien/orang yang meminta asuhan. Kegiatan mengumpulkan data
dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses
asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber yakni
sumber yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh secepat
mungkin dan upaya sekecil mungkin.
Teknik pengumpulan data ada tiga yakni:
1)
Observasi, yakni pengumpulan data melalui
indera: penglihatan (perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah)
2)
Wawancara, yakni pembicaraan terarah yang
umumnya dilakukan pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting
diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang relevan.
3)
Pemeriksaan, yakni dilakukan dengan memakai
instrumen atau alat pengukur. (Hidayat Asri, 2012).
b.
Langkah
II. Identifikasi Diagnose atau Masalah Aktual
Pada
langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnose yang spesifik. (Hidayat Asri 2012).
c.
Langkah
III. Mengidentifikasi Diagnose atau Masalah Potensial
Pada
langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnose potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnose yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien
bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnose atau masalah potensial ini benar-benar
terjadi (Hidayat Asri 2012).
d.
Langkah
IV. Tindakan Emergency/ Kolaborasi
Pada
langkah ini, bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter segera melakukan
konsultasi atau melakukan penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencermikan kesinambungan dari
proses penatalaksanaan kebidanan
e.
Langkah
V. Rencana Tindakan/ Intervensi
Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan yang
komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar,berlandaskan pengetahuan,
teori yang berkaitan dan up to date serta
divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan dan apa yang tidak
diinginkan oleh klien.
a.
Langkah
VI. Implementasi
Pada
langkah ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah diuraikan sebelumnya
dilaksanakan secara efisien dan aman. Manajemen yang efisien akanmenyingkat
waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan. Perencanaan ini dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lain
b.
Langkah
VII. Evaluasi
Pada
langkah ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah
dandiagnose.Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.
c. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan (SOAP) adalah
catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian
mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya
tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam menghadapi seorang pasien
sesuai langkah-langkah manajemen kebidanan.
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan
metode SOAP. Dalam metode SOAP, S
adalah data Subjektif,O adalah data Objektif, A adalah Analysis/Assessment dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis
dan singkat. Prinsip dalam metode SOAP ini merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen kebidanan.
1)
S (Data Subjektif)
Data Subjektif (S), merupakan pendokumentasian
manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (penkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data Subjektif ini
berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau
ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
Data Subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis
yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, di bagian data di belakang huruf “S”,
diberi tanda “O” atau “X”. Tanda ini akan menandakan bahwa pasien adalah tuna
wicara.
2)
O (Data Objektif)
Data Objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varneypertama (pengkajian
data), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.
Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan
dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien
dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
3)
A (Assessment)
(Analysis/Assessment), merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Dalam
pedokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat
bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data
subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
4)
P (Planning)
Planning/perencanaan, adalah
membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun
berdasarkan hasil analis dan interpretasi data.Rencana asuhan ini bertujuan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai
kriteria tujuan yang diinginkan dicapai dalam batas waktu tertentu.Tindakan
yang dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus
sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain antara lain dokter.
Dalam Planning ini juga harus mencantumkan evaluation/evaluasi, yaitu tafsiran dari evek tindakan yang telah
diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil pemeriksaan tindakan. Evaluasi
berisi analisis yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan/asuhan. Jika
kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk
mengembangkan tindakan alternatif sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
Untuk pendokumentasian proses evaluasi ini, diperlukan sebuah catatan
perkembangan, dengan tepat mengacu pada metode SOAP (Muslihatun, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Anik
Maryunani dkk. Asuhan Kegawat Daruratan
Dalam Kebidanan, Jakarta, CV Trans Info Medika, 2014.
Elisabeth
M.F dkk. Asuhan Kebidanan Masa Nifas,
Jakarta, Penerbit In Medika, 2013.
Farida
Kusumawati dkk. Buku Ajar Keperawatan
Jiwa, Jakarta, Salemba Medika, 2012.
Hidayat
Arsri. Konsep Kebidanan, Bukit Tinggi,
Ajrie Publisher, 2012.
Indrayani.sst.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta,
CV Trans Info Medika, 2013.
Isti
Bartin. PNC Dan Asuhan Kebidanan Masa
Nifas, Jakarta, Gagas Media, 2012.
Izin
dan pelanggaran praktek bidan, peraturan mantra kesehatan RI no
1464/MENKES/PER/X/2010. (Revisi KEP MENKES RI NO 900/MENKES/5k/VII/2002).
Kementrian
Kesehatan Repoblik Indonesia Healt Statistick Jakarta 2012.
Muh.
Nur, Profil kesehatan Sulawesi Selatan.
Makassar 2014.
Manuaba. Asuhan Kebidanan Patologi, Yogyakarta,
Nuha Medika, 2013.
Mukherjee S,
Arulkumaran.
Asuhan Kebidanan I, Jogjakarta, Nuha
Medika, 2012.
Pipit
cahyani dkk. Mutu Pelayanan
Kesehatan Dan Kebidanan, Jakarta,
2013.
Prawirohardjo Ilmu Kebidanan Edisi Kelima, Jakarta, PT
Bina Pustakan, 2016.
Regina. Psikologi Kebidanan Ed 4,
Jakarta, PT Bina Pustaka, 2012.
Winkjosastro
H. Ilmu Kandungan, Jakarta, PT Bina
Pustaka, 2016.
Post a Comment for "KTI : Asuhan Post Partum Pada Ny "X" Dengan Post Partum Blues"