BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Antropologi
kesehatan merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosiobudaya, biobudaya,
dan ekologi budaya dari kesehatan dan kesakitan yang dilihat dari segi-segi
fisik, jiwa, dan sosial serta perawatannya masing-masing dan interaksi antara
ketiga segi ini dalam kehidupan masyarakat, baik pada tingkat individual maupun
tingkat kelompok sosial keseluruhannya.
Perkembangan
antropologi kesehatan sejak permulaan dasawarsa enam puluhan begitu pesat
(seluruh universitas yang tergolong baik di AS membuka program pengkhususan)
medical anthropology. Di dunia internasional dan di Indonesia khususnya, telah
membentuk kondisi dasar bagi pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan
maupun penambahan jumlah tenaga ahli. Dengan demikian peranan mereka dalam
penelitian berbagai masalah kesehatan dapat berkembang. Kondisi ini bukan hanya
bagi kepentingan penelitian konseptual dan teoritis tetapi juga dalam
menanggulangi masalah kesehatan bagi kepentingan masyarakat.
Foster (1981)
mengembangkan Pelayanan Kesehatan Primer (PKP) sesudah dikenal sebagai Primary
Health Care (Alma Alta 1978). Deklarasi ini bertujuan untuk mengurangi
ketidakadilan pada sistem pelayanan kesehatan nasional negara berkembang
seperti Indonesia. Deklarasi ini juga menetapkan bahwa kesehatan adalah suatu
hak asasi manusia dan upaya meningkatkan derajat kesehatan setinggi mungkin
merupakan tujuan sosial yang penting.
Di pihak lain
dinyatakan bahwa rakyat di setiap negara memiliki hak dan kewajiban untuk berperan
serta/berpartisipasi sosial, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan
pelayanan kesehatan mereka. Tahun 2000 (diharap semua di dunia) harus mencapai
tingkat kesehatan (hidup produktif) sosial ekonomi (santoso 1988) “kalau upaya
yang dimaksud berhasil”. Perlu dikaji karena berbagai masalah yang telah
dialami oleh institusi kesehatan PKP (antropologi kesehatan terapan)
menunjukkan peranan ilmuwan antropologi kesehatan dlm penelitian mengenai
masalah kesehatan & penanggulangan?peningkatan derajat kesehatan penduduk.
B.
Rumusan
masalah
Adapun yang
menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.
Apa
yang di maksud dengan masalah sehat dan sakit itu?
2. Bagaimana Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya
Masyarakat?
3.
Apakah
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Sakit ?
C.
Tujuan
Makalah ini
dibuat dengan tujuan:
v
mengetahui dan mempelajari tentang konsep sehat, sakit dan penyakit dalam konteks sosial budaya
v
Memenuhi tugas antropologi kesehatan
v
Agar makalah ini bermanfaat bagi orang lain
BAB II
KONSEP SEHAT, SAKIT DAN
PENYAKIT DALAM KONTEKS SOSIAL BUDAYA
A.
Masalah Sehat Dan Sakit
Masalah
kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagaimasalah
lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial
budaya,perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Pembangunan
kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan
kesehatan yang demikian yangmenjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi
datangnya
penyakit merupakanhal
yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari.
Konsep
sehat dan sakit
sesungguhnya
tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor laindi luar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Keduapengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat
dipahami dalamkonteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat,
biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran,dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan
pengertian tentang konsepsehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat
dan sakit merupakanproses
yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi
denganlingkungan
baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Undang-undang
No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalahkeadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
hidup produktif secarasosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuanyang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwamerupakan bagian integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang
dikatakan sakit apabila iamenderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan
kesehatan lain yang menyebabkanaktivitas kerja/kegiatannya terganggu.Walaupun
seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila
ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak
sakit.
Derajat kesehatan masyarakat yangdisebut sebagai psychosocio somatic
health well being, merupakan resultante dari 4 faktor yaitu :
v Environment atau lingkungan.
v Heredity atau keturunan yang
dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
v Health care service berupa program
kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Berdasarkan empat
faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yangpaling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat.Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa
dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variabel-variabel tersebut dapatmenimbulkan reaksi yang berbeda
di kalangan pasien.
Pengertian
sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dansistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal
yang disebabkan
olehgangguan
terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam
tradisiklasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan (equilibrium
model) seseorang dianggap sehat apabila
unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan
yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentanghumors, ayurveda dosha, yin dan
yang.
Departemen
Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru berdasarkan paradigma
sehat.Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifatholistik, proaktif antisipatif,
dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yangdipengaruhi oleh banyak
faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yangberorientasi
kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya paradigmasehat memberikan perhatian utama
terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosikesehatan, memberikan
dukungan
dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehattetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada
prinsipnya kebijakantersebut
menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripadamengobati penyakit.
Telah
dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyaikonotasi biomedik dan sosio kultural. Dalam
bahasa Inggris dikenal kata disease danillness sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu
dinamakan penyakit. Dilihatdari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut.
Dengandisease
dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik danpsikofisiologik pada seorang
individu, dengan illness dimaksud reaksi personal,interpersonal, dan kultural
terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman. Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan
pasien mengalami illness yang dapatdisebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai kelainan
organik maupun fungsionaltubuh.
Dalam
konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu
disebutsehat pula dalam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya
faktor penilaian ataufaktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai.
B.
Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Istilah sehat
mengandung
banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yangberagam. Dulu dari sudut pandangan
kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengankesakitan dan penyakit. Dalam
kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dariberbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek (6). Definisi
WHO (1981):
Health isa state of complete physical, mental and social
well-being, and not merely the absence of disease or infirmity. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurnabaik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang.
Sebatas mana seseorang dapatdianggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi
kesehatan dipandangsebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada
aspek-aspek biologis dan sosialbudaya dari tingkah laku manusia, terutama
tentang cara-cara interaksi antara keduanyasepanjang sejarah kehidupan manusia
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwaseseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara
wajar. Cara hidup dan gaya hidupmanusia merupakan fenomena yang dapat ikaitkan
dengan munculnya berbagai macampenyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan
juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakatdan pengobat tradisional menganut
dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik danPersonalistik.
Penyebab
bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan,makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam
tubuh,
termasuk jugakepercayaan
panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit
yangdianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat
setempat, yaknisuatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainanserta gejala yang dirasakan. Sehat
bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar,nyaman, dan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggapsebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaansehingga menyebabkan seseorang tidak
dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnyaorang yang sehat.
Konsep
Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh
intervensisuatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh,
leluhur atau rohjahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
Menelusuri nilai budaya,misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh
etnik Makasar
sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong(kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang
mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Hasil
penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten
Soppeng,
dalamkaitannya
dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan
bahwatimbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat karena menurut salah
seorang tokohbudaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala
ikut tercakup didalamnya.
Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat
istrisedang haid, mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yangbertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru,
berkembang menuruti proseskomunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep
penderita kusta sebagai penanggung dosa.Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari
ibu-bapak merupakan awal derita akibatleprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah
diri keluarga yang merasatercemar bila salah seorang anggota keluarganya
menderita kusta. Dituduh berbuat dosamelakukan hubungan intim saat istri sedang
haid bagi seorang fanatik Islam dirasakansebagai beban trauma psikosomatik yang sangat berat. Orang tua,
keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di
ProvinsiKalimantan
Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990), hasil diskusi kelompok di KalimantanTimur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika
menangis terus, badan berkeringat,tidak
mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorangdinyatakan sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa
berjalan, tidak enak badan, panasdingin, pusing, lemas, kurang darah,
batuk-batuk,
mual, diare. Sedangkan hasil diskusikelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika
menunjukkan gejala
misalnya panas, batuk pilek.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit meliputi :
a. Faktor Internal
v Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal:
Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya.
Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan
cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
v Asal atau Jenis penyakit
Pada
penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu
fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari
pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan
pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas
dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu
tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian
gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana
terapi yang ada.
b. Faktor Eksternal
v Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala
yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku
Sakit.
Misalnya:
orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat
mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin
komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
v Kelompok Sosial
Kelompok
sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal
potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya:
Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal
dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada
Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan
temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan
untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B
mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu
diperiksakan ke dokter.
v Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal
penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar
belakang budaya yang dimiliki klien.
v Ekonomi
Semakin
tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap
gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan
ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
v Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayana
Dekatnya
jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering
mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian
pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka
lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang
rumit.
v
Dukungan
sosial
Dukungan
sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat
peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan,
seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan
(aerobik, senam POCO-POCO dll.
Juga
menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket,
Lapangan Sepak Bola, dll.
Proses Pembentukan
Dan Sekresi Empedu
Empedu
dihasilkan oleh hati. Garam empedu yang dihasilkannya memecah agregat lemak
hingga memperbesar luas permukaannya. Bentuk micelles ( agregat dari asam
lemak, kolesterol, dan monogliserida ) yang dihasilkannya membuat lemak dapat
larut dalam air. Hal ini penting dalam mempercepat proses pencernaan lemak.
Pentingnya
proses pemecahan lemak oleh empedu membuat sekresi, ekskresi dan reabsorpsi
empedu menjadi bahan yang menarik untuk dibahas di dalam artikel kedokteran
ini. Hati dan kantung empedu merupakan dua bagian yang tak terpisahkan saat
kita membahas tentang empedu. Oleh karena itu, pada bagian awal artikel
kedokteran ini kami akan sedikit mengulas anatomi dan fisiologi keduanya yang
berkaitan dengan ketiga proses yang telah disebutkan di atas.
Hati adalah
sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan,
yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam membantu
pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Hati manusia
dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar 2.5% dari massa tubuh.
Letaknya berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah
diagfragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan
sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada
dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura
transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati.
D. Tingkah Laku Sakit, Peranan Sakit Dan Peranan Pasien
Tinkah laku dan
peranan seseorang merupakan suatu hal yang selalu mengikuti kemanapun dalam
setiap kejadian kehidupan, bahkan tingkah laku dan peranan biasanya terjadi
karena merupakan suatu respons terhadap keadaan tertentu. Demikian pula
kejadian sakit dan penyakit telah memicu respons tingkah laku dan peran
yang berbeda pada diri seseorang.
Mecahanic dan
Volkhart(1961)mendefinisikan tingkah laku sakit sebagai suatu cara-cara
dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang
individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi
tubuh yang kurang baik.
Tingkah
laku sakit dapat terjadi tanpa peranan sakit dan peranan pasien.
Seorang dewasa yang bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, maka ia harus memutuskan apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan atau memanggil dokter.
Seorang dewasa yang bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, maka ia harus memutuskan apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan atau memanggil dokter.
Namun
demikian ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu telah
didefinisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang tersebut tidak
dapat melakukan sebagaian atau seluruh peranana normalnya yang berarti
mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan
orang-orang di sekelilinngnya, maka barulah dikatakn bahwa seseorang itu
melakukan peranan sakit.
Apabila
kemudian dokter dihubungi dan si individu bertindak menurut instruksinya maka peranan
pasien itu menjadi kenyataan.
Tingkah
laku sakit, peranana sakit dan peranana pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor Seperti Kelas sosial, suku bangsa, dan budaya yang berlaku di
suatu tempat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagaimasalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan
manusia, sosial budaya,perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan
dari segi impersonal
dansistematik,
yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan olehgangguan terhadap sistem tubuh manusia.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurnabaik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit meliputi :
v Faktor Internal
·
Persepsi
individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami.
·
Asal
atau Jenis penyakit
v Faktor eksternal
·
Gejala
yang dapat di lihat
·
Kelompok
sosial
·
Latar
Belakang Budaya
·
Kemudahan
Akses Terhadap Sistem Pelayana
·
Dukungan sosial
·
Ekonomi dll.
B.
Saran
Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu kami
membutuhkan berbagai masukan-masukan ataupun saran yang bersifat konskruktif
untuk memperbaiki pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Scotch,Norman A.1963. Medical antropology dalam bienial
review of antropology B.H siegel ed. Hlm.30-68. Standford unifersity
press.
Poster ,G.M. Anderson,B.G (1990). Antropologi kesehatan.
Jakarta : universitas indonesia
Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan kebudayaan di indonesia.
Cetakan ke sepuluh. Jakarta: PT
Penerbit Djambatan.
Ahmadi, Abu. 1986. Antropologi budaya : mengenal kebudayaan dan
suku-suku bangsa di indonesia. surabaya
: pelangi.
Post a Comment for "Makalah Konsep Sehat, Sakit Dan Penyakit Dalam Konteks Sosial Budaya"