ORANG MISKIN DILARANG SAKIT
Oleh : iwansyah (sekretaris Umum BEM STIKPER Gunung sari makassar)
Kesehatan
tergolong barang mewah di negeri ini. Obat, dokter dan rumah sakit seperti
gurita yang mencangkram daya hidup orang miski. Walau di cela berulang-ulang
tapi rumah sakit masih jalankan praktekbisnis yang mengerikan. Uang dan bayaran
seperti alat mengukur kesehatan seseorang. Meski puskesmas dan dinas kesehatan memamerkan kepedulian :
sulit di pungkiri orang miskin kesusahan berobat. Dengan di landasi oleh
serangkaian data yang mewah bahwa kesehatan orang miskin bukan urusan negara,
kekejian sistem kesehatan ini bukan hanya
di lindungi oleh kebijakan tetapi di manfaatkan juga oleh pelaku
bisnisnya. Korporasi kesehatan yang telah menenggelamkan mandat dasar negeri ini: menyehatkan
rakyatnya sendiri. Lagi-lagi kemudian kesehatan adalah proyek gulih yang
melambungkan laba sekaligus membawa petaka. Terutama bagi mereka yang miskin
dan terbuang. Waktu saya mengikuti debat konstitusi se sulawesi selatan tentang
Undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009
yang di adakan oleh HMJ Farmasi UIN Alauddin Makassar. Saya mengkritik
habis Undang-undang tersebut sebab tidak sesuai dengan impelementasi yang di
terapkan di lapangan, yang ada hanyalah deskriminasi anatara kaum miskin dengan
kaum kaya seperti pribahasa mengatakan “orang miskin di larang sakit dan kalau
mau sakit jadi orang kaya” inilah yang terjadi di bangsa ini. Sebab setajam
apapun pedang kalau tidak di fungsikan maka pedang tersebut tidak mampu
menembus apapun dan begitu pula dengan
undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 hanya sebatas kertas yang di tintai
warna hitam.
Pelayanan Kesehatan Belum
Menunjukkan Keberpihakan Terhadap Rakyat Miskin
Asuransi
kesehatan masyarakat miskin atau biasa di sebut dengan ASKESKIN, merupakan
salah satu cara pemerintahan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada rakyat
miskin. Menurut pemerintah, setiap rakyat yang memiliki kartu tersebut bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan Cuma-Cuma atau gratis di instansi kesehatan,
baik puskesmas maupun Rumah sakit.
Namun
realitasnya banyak rumah sakit pemerintahan yang sering melakukan penolakan
untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk mereka yang miskin, lemah dan
terpinggirkan. Rakyat miskin selalu di benturkan dengan permasalah
andministratif keuangan saja yang kurang maka rumah sakit akan mengelak untuk
memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien miskin tersebtu. Mekanisme yang
ruwet dan panajang, cendrung membuat rakyat miskin enggang untuk memanfaatkan
fasilitas kesehatan, di samping itu mereka juga merasa telah di bodohi.
Hal tersebut terjadi karena subsidi untuk
pelayan kesehatan yang di berikan pemerintahan kecil, tidak seimbang
dengan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin tinggi teknologi canggi. Tidaklah mengherankan saat ini terjadi pergeseran mengenai arti
pelayanan rumah sakit yang bersifat publc goods ( dengan subsidi tinggi atau
bahkan gratis sama sekali ) menjadi pelayan yang bersifat individualistik.
Permasalahan
selanjutnya jika orang miskin di terima di rumah sakit, sering sekali terjadi
diskriminasi dalam hal pelayanan. Jika orang dengan status ekonomiyang menengah
keatas mereka akan di tempatkan di rumah sakit kelas 1 dan kelas 2 dan di
perlakukan dengan sangat ramah dan baik pelayan seperti seoran raja, namun bagi
mereka yang miskin, mereka hanya di tempatkan di rumah sakit kelas . jangankan mendapatkan
pelayanan yang baik dan ramah, fasilitas yang mereka dapatkan pun sangat
terbatas. Belum lagi pelayan kesehatan yang di berikan kepada mereka sering
kali lambat dan tidak di prioritaskan, sehingga tidak mengherankan jika kita
seringkali mendengar merekadi telantarkan di rumah sakit.
Adanya
kelas-kelas dalam rumah sakit di indonesia merupakan bentuk diskriminasi
terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di berikan sangat jauh
berbeda, jika di kelas 1 dan 2 di
berikan dengan baik bahkan berlebihan namun
jika di kelas 3 pelayana yang di berikan sangat buruk dan terbatas dan
bahkan ketika masuk di kelas 3 yang ruangannya yang buruk, pasien yang sakit
tambah sakit lagi.
Bahkan
ada cerita seorang gubernur yang di rawat di rumah sakit telah membuat perawat
berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan. Soal biaya jangan di tanya karena
bisa jadi mereka di gratiskan dan tak perlu membayar karena keberadaan penjabat
atau orang yang berpengaruh di rumah sakit itu bisa menjadi iklan yang bisa
menarik pasien dari luar kondisi ini berbeda dengan orang miskin sejak sakit,
maka urusannya sangat panjang. Urusan pertama kemana akan di bawa, puskesmas
itu murah, tapi tidak semua penyakit bisa di tangani, kedua jika harus ada
pemeriksaan tambahan maka juga perlu melihat kantong. Ketiga untuk menembus
obat juga lagi-lagi harus bertanya berapa hargannya ? apa semua paten atau
generik ? dapat ambil separuh atau semua.
Akhirnya
kita menyadari bahwa bangsa kita tidak dapat mengelak dari arus globalisasi.
Banyak orang indonesia yang mencari pengobatan ke luar negeri dan banyaknya
rumah sakit asing atau penanam modal asing yang beroperasi di indonesia
merupakan bagian dari dampak globalisasi dalam sektor kesehatan. Realitas saat
ini pelayanan kesehatan telah menunjukkanke berpihakan terhadap mereka yang
kaya dan memiliki kemampuan untuk membayar. Dan belum menunjukkan
keberpihakannya terhadap mereka yang miskin lemah dan terpinggirkan. Pemerinah
seharusnya tegas memutuskan pelayanan kesehatan sebagai pelayanan sosial atau
komoditas pasar, jika sudah menagarah ke komoditas pasar, maka di perlukan
suati sistem yang tepat dengan perioritas jelas untuk melindungi orang miskin.
Namun, walau bagaimanapun juga pelayanan kesehatan adalah hak setiap rakyat
indonesia dan sudah di atur di pasal 28 H ayat 1 UUD 194. Dan setiap rakyat
berhak untuk hidup sehat di bumi pertiwi ini.
Maka
dari itu penulis menegaskan kepada komisi IX agar mampu merekomendasikan untuk
di hapusnya kelas-kelas dalam rumah sakit, sehingga setiap rakyat bisa
mendapatkan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan secara adil dan merata.
Penolakan diskriminasi pelayanan kesehatan telah membuat rakyat miskin sakit
hati dan kecewa, sehingga rakyat miskin enggan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
Post a Comment for "ORANG MISKIN DILARANG SAKIT"