Sahabat pembaca yang bijak. Terlintas dalam pikiran saya tentang ungkapan, sudahkah Anda membaca hari ini? bahwa hal ini perlu diapresiasi tinggi, karena dengan membaca akan membuka cakrawala dunia. Membaca adalah senjata untuk membunuh kebodohan. Membaca adalah api untuk membakar ke-tidaktahuan. Membaca adalah pisau tajam untuk menghabisi kekolotan. Luar biasa, hanya dengan membaca kita sudah menabung kecerdasan dan kepintaran dalam otak kita. Kecerdasan intelektual akan hilang jika tidak di pertajam dengan membaca.
Melihat begitu urgent kebutuhan membaca bagi suplemen pengetahuan, maka tak ayal jika banyak anggapan bahwa tradisi membaca tersebut telah menjadi final destination yang harus terus dipupuk agar tumbuh subur dalam pot-pot akal para generasi millenial jaman now. Jika taradisi membaca sudah berhasil membuka simpul kesadaran generasi bangsa dan masyarakat secara general, maka tidak diragukan lagi bahwa menulis merupakan unsur terpenting lain dari sisi mata koin membaca.
Apa yang saya maksudkan adalah, bahwasanya menulis merupakan bagian yang tidak kalah penting dari membaca. Jika membaca mampu membuka cakrawala pengetahuan, maka diperlukan simpul kuat untuk mengikat cakrawala pengetahuan tersebut. Oleh karenanya, menulis merupakan benang perekat dalam merajut kain membaca. Jika kain baca itu sobek atau terlerai, maka benang tulisanlah yang akan merajutnya. Jika kain membaca bernoda atau berdebu maka deterjen menulis yang akan membersihkannya.
Sahabat pembaca yang budiman. Ilustrasi yang saya gambarkan di atas memberikan pesan penting bahwa jangan hanya menjadi seorang bookreader tetapi jadilah seorang bookwriter. Layaknya pesan sang motivator Indonesia sekaligus penulis Reza M. Syarief “Sukses itu penting, tapi menjadi bahagia jauh lebih sukses” maka sedikit saya akan mengubah ungkapan tersebut kurang lebih seperti ini “Membaca itu penting, tapi menulis yang dibaca jauh lebih penting”
Jika membaca ‘mutlak’ menjadi kebutuhan maka menulis ‘mutlak’ menjadi kewajiban. Kebutuhan membaca seharusnya bergandengan erat dengan kewajiban menulis. Membaca, tanpa menulis apa yang dibaca, akan lekang oleh ingatan dan pikiran. Maka tidak salah ungkapan guru saya yang mengatakan begini; write what you read and read what you write “Tulislah apa yang kau baca dan bacalah apa yang kau tulis” Jika dilihat dari sudut pandang para ahli, memori dalam otak manusia semakin lama akan semakin melemah. Maka dibutuhkan rangsangan untuk mengingat kembali apa yang telah dibaca. Dan sarana terbaik yang digunakan sebagai rangsangan adalah catatan dalam bentuk tulisan.
Sepertinya, ulasan mengenai esensi membaca telah kita pahami secara mendalam. Untuk kerangka selanjutnya adalah, memfamiliarkan ungkapan sudahkah Anda menulis hari ini? Ungkapan ini bukan hanya sekadar pertanyaan retorika semata, namun esensinya lebih dari itu. Supaya kita sadar bahwa membaca saja tidak cukup kalau tidak diikat dengan menulis. Menulis adalah kewajiban untuk membuktikan kualitas apa yang dibaca. Bukan hanya sekadar menulis, tapi paham apa yang ditulis.
Sudah saatnya kita menulis. Kendati sebagian orang mengatakan menulis itu sulit, namun yakinlah bahwa menulis itu semudah membaca. Menulis hanya butuh latihan dan keterampilan. Keterampilan menulis dapat diperoleh dari ketekunan membaca. Maka tidaklah heran jika banyak penulis yang memiliki jam terbang membaca yang padat. Banyak membaca, banyak tahu, banyak informasi yang bisa ditulis. Intinya, mulai menulis hal yang paling sederhana, bukan memulai dangan hal yang susah dicerna.
Pada kesimpulannya, menulis adalah refleksi dari membaca. Dengan membaca melahirkan ide dan karya. Karya itulah yang menjadi motor motivasi menulis. Tulisan bukan hanya merekam dan menyimpan, tetapi juga mengajar dan mempengaruhi, mengajak dan membujuk, memberi dan berbagi. Menulis adalah seni berbagi ilmu pengetahuan. Ribuan bahkan jutaan ilmu pengetahuan tidak akan hilang jika ditulis. Dapat dibayangkan, berapa jilid buku dan disiplin ilmu akan abadi untuk dipelajari, diteliti dan diselami apabila para pembaca menulis pesan-pesan hikmah kebaikan bukan kesesatan.
Terakhir, saya ingin mengutip pribahasa Jerman dalam buku Islam dan Diabolisme Intelektual; Werliest, wieβ. Wer schreibt, bleibt. “Siapa membaca akan mengetahui, dan siapa menulis tak akan mati.”
#Iwansyah
#LiterasiNers
Post a Comment for "Buku dan Pulpen: Senjata Masa Depan"