Perawat Tahun 2018 dan Cleaning Service


SLPI ~ Pertama kali masuk bangsal, sesudah 3 bulan teori, saya kebagian Ruang Penyakit Dalam. Itu pun, sama mbak-mbaknya, saya kebagian di bagian belakang (Baca: Toilet dan WC). Itu terjadi pada tahun 1979. Tahu sendiri bagaimana kondisi RS pada zaman itu. Di mana fasilitas amat minim, mana kasus-kasus nya ‘berat’. Pasien-pasien penyakit dalam seperti kelainan jantung, ginjal, hati, paru, semunya tumplek blek di sana.

Pada saat masuk bangsal nya saja, ‘aromanya’ sudah sangat terasa menusuk. Apalagi saya yang kebagian belakang. Ah, jangan tanya!

Dalam hati, saya sempat berbisik pada diri sendiri,: “Inikah dunia keperawatan yang sedang saya pelajari?” Campur aduk tidak habis mengerti. Barangkali memang demikian yang dialami oleh semua perawat pada tahap awal. “Toh, ini tidak bakalan lama.” Saya menyoba untuk menghibur diri.

Benar juga. Saya kebagian sehari di Toilet. Kami berlima. Giliran saya berikut adalah 5 hari lagi. Ahamdulillah. Tetapi masih dapat kebagian lain. Yakni, membersihkan lantai, pintu, jendela, toilet depan (untuk karyawan dan pengunjung), meja kursi pasien, dan lain-lain pekerjaan yang menurut saya waktu itu memang pekerjaan perawat.

Pagi tadi, hampir 40 tahun sudah sesudah saya sekolah perawat, di mana perawat negara lain bicara soal nuclear nursing, new research and technology of modern nursing, saya mendengar keluhan seorang mahasiswa kampus terkenal di Malang. Dia ‘mengeluh’, disuruh oleh seniornya untuk menyapu dan membersihkan pintu jendela di RS tempat dia praktik. Sebuah fenomena yang bikin saya ‘terkejut’.

Bukan karena saya tidak setuju dengan perawat yang harus suka dan tetap menjaga kebersihan. Tetapi managementnya yang kurang pas pada zaman di mana UU Keperawatan, akreditasi, sertifikasi serta profesionalitas dituntut keberadaanya.

Mungkin bisa dimengerti jika tempatnya di pelosok Papua, di mana perawat kerja sendirian. 

Dunia toilet dan sejenisnya mulai saya tinggalkan ketika tidak lagi praktik di bangsal. Saat di klinik umum, Puskesmas, OK, ICU, perinatology dan lain-lain spesialisasi, kami, yang sudah masuk semester 4 ke atas, sudah ‘merdeka’ dari Toilet. Toilet belakang diurus oleh adik-adik tingkat. Namun tetap, yang namanya bersih-bersih bangsal, menyapu, mengepel, melawa-lawa, masih jadi keseharian kami, hingga tingkat akhir. Bahkan, saat awal-awal kerja saya tetap menjalani.

However, pelajaran berharga yang saya dapat dari praktik seperti ini, bisa saya terapkan di rumah saat pulang libur. Saya jadi rajin bersihkan toilet dan kamar mandi di rumah orangtua. Lantai, jendela, pintu, almari, meja kursi, dan lain-lain, saya bersihkan setiap saya pulang. Pendeknya, saya tambah rajin untuk urusan bersih-bersih ini. 

Saya bebas dari urusan bersih-bersih saat kerja, ketika kerja di luar negeri. Urusan bersih-bersih lantai, jendela, pintu, meja kursi, dan lain-lain, ada di tangan cleaning service (CS). Mereka ini orang-orang luar hospital/clinic yang dibayar instansi.

Kami, nurses, hanya fokus merawat pasien.  Ada assistant nurses yang ngurus sprei, bersihkan meja dan klinik pemeriksaan dokter. Untuk manggil pasien pun, kami punya system. Bukan pekerjaan perawat menyediakan stethoscope, pulpen hingga coat nya dokter. Apalagi mengingatkan dokter yang terlambat datang visit. 

Itu bukan berarti perawat tidak membantu atau sama sekali, atau tidak berpartisipasi dalam persoalan bersih-bersih ini. Saat pegang jabatan sebagai Chief Nurse, saya lebih suka membersihkan meja kantor saya dengan tangan sendiri. Ada tissue di meja. Komputer, desktop, hingga rak buku, saya tidak perlu memanggil CS untuk ngelapnya. Kalau menyapu dan mengepel, memang kerjaan mereka lah. Istilahnya, saya tidak mau manja dengan pekerjaan ringan sekedar bersih-bersih buat kepentingan sendiri.

Pengamatan saya hingga saat ini di negeri ini, perawat adalah satu-satunya profesi kesehatan yang paling peduli dengan kebersihan. Hanya saja, profesi kesehatan lain mungkin memiliki persepsi yang beda tentang perawat. Akibatnya, Perawat seringkali pada akhirnya ‘dimanfaatkan’ untuk merangkap dalam banyak hal. Sehingga muncul pemeo: ‘gunakan perawat untuk semua jenis pekerjaan’.

Ada baiknya, instansi memiliki job description (JD) yang jelas tentang peran dan fungsi perawat. Sayangnya, JD ini, walaupun sudah ada, sejauh ini belum diterapkan secara maksimal. Itulah kelemahan profesi kita yang belum cukup kuat menyuarakan ‘menolak’ jenis pekerjaan yang bukan pekerjaan kita. Alasannya sangat klise: kuatir dibenci atasan, senior, atau dipecat jika menolak.

Organisasi profesi dan kampus sangat besar peranannya untuk mengangkat issue ini. Lakukan research, presentasikan, sosialisasikan, kemudian sebar di media masa. Semuanya demi reputasi perawat itu sendiri. Tidak lain tujuannya, agar tidak ada kesan, bahwa perawat tahun di tahun 2018, soal urusan bersih-bersih, tidak beda jauh dengan 40 tahun silam, 1979.

Malang, 13 December 2017
SYAIFOEL HARDY
WA 081336691813
Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Perawat Tahun 2018 dan Cleaning Service "