SLPI ~ Pagi itu, diujung telepon seorang ibu
mengadukan nasib pelayanan BPJS Kesehatan. Maklum saja kontak pribadi masih
terpampang dikontak informasi pekerjaan terakhir. Walhasil kegundahan sang ibu
tersebut saya tanggapi dengan senyuman, sehangat sinar mentari pagi itu yang
lembut menyapa. Bagian terakhir terlalu hiperbolik rasanya ya.
Namun sebagai bagian dari pihak yang juga dijamin
oleh BPJS Kesehatan, maka saya kembali berpikir tentang program jaminan
kesehatan nasional ini, yang disebut berpotensi defisit hingga Rp10T tahun ini.
Sebuah angka yang tentu tidak terbayangkan besarnya. Bersamaan dengan itu,
halaman koran pagi ini menampilkan tulisan Prof Hasbullah Thabrany
berjudul "Politik Jaminan Kesehatan Nasional". Betapa sebuah
kebetulan yang beruntun layaknya sinetron dilayar kaca.
Secara pribadi BPJS Kesehatan adalah upaya kita
sebagai sebuah negara untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan bagi
seluruh warga negara. Persoalannya, kapasitas yang dimiliki oleh bangsa ini
dalam hal kemampuan keuangan terbatas, terutama untuk membiayai semua program
kerjanya. Lalu bagaimana seharusnya peerintah dalam hal ini, memandang Program
BPJS Kesehatan?
Pertama: model asuransi social yang mengandaikan
bahwa seluruh masyarakat bergotong royong dalam membantu lapisan miskin dan
rentan sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, tidak diiringi dengan upaya
untuk hidup sehat. Jadi, kamu boleh gratis mendapatkan layanan rumah sakit,
disisi lain kamu masih boleh bebas merdeka dan leluasa merokok dengan gaya
hidup tidak sehat?. Jadi ambigu kan.
Kedua: pola skema premi yang tidak sesuai dengan
profiling klien yang dilayani. Nilai premi yang ditentukan masih jauh dari
kondisi ideal, karena pemerintah memang menanggung subsidi bagi masyarakat
miskin atau penerima bantuan iuran, dan dalam hal ini pemerintah berupaya agar
nilai premi yang ditentukan tidak juga membebani kas negara. Kan kalau mau
menolong jangan setengah hati.
Ketiga: tarif layanan yang rendah khususnya bagi
institusi swasta, hal ini pula kerap menjadi masalah dalam memberi layanan
paripurna. Hukum ekonomi menyatakan, harga adalah kesepakatan penjual dan
pembeli, tetapi apa jadinya ketika harga telah ditentukan diawal? Tentu upaya
reduksi biaya dilakukan agar tidak menyentuh batas harga, supaya penjual
beroleh marjin, praktis kualitas layanan turun.
Keempat: efisiensi penyelenggaraan BPJS Kesehatan
khususnya yang masuk dalam kategori non layanan. Konsepsinya, premi terkumpul
dijadikan sarana pembayaran klaim yang masuk diboboti dengan biaya pengelolaan,
disini lalu kita perlu bertanya sejauh apa mekanisme efisiensi di BPJS untuk
hal non layanan dilakukan? Jangan sampai aspek operasional pengelolaan justru
menyedot pembiayaan yang tidak kalah besarnya dari klaim layanan.
Kelima: terjadinya insurance effect ditengah
masyarakat, karena akses layanan semakin terbuka, maka kini semua berupaya
untuk mengakses langsung pelayanan kesehatan. Terdapat pola konsumsi yang sama
untuk sektor kesehatan disemua lapis kalangan masyarakat, yakni tidak terlalu
bahagia saat mengeluarkan biaya kesehatan, dibanding dengan berbelanja saat
diskon dipusat perbelanjaan.
Fakta lapangan sudah banyak ditemui, keterlambatan
pembayaran klaim ke rumah sakit, rendahnya nilai imbal jasa tenaga kesehatan,
minimnya dukungan dan perlindungan hukum bagi institusi kesehatan, hingga yang
dirasakan oleh pasien itu sendiri seperti waktu tunggu yang lama, hingga tidak
optimalnya pemberian layanan.
Lalu bila demikian, maka banyak hal yang perlu
dibenahi dan diperbaiki dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan, karena program ideal
ini memang dilaksanakan dalam kondisi yang jauh dari kata ideal.
Problemnya, program nasional ini memang menjadi
isu popular, karena dengan mudah mengambil simpati masyarakat, dan untuk itu
akan terdapat banyak pihak yang tersisihkan, persis seperti apa yang diungkap
Prof Hasbullah dalam opininya tentang kentalnya perspektif politik pada
pelaksanaan jaminan kesehatan nasional ini.
Sumber: Kompasiana
Sumber: Kompasiana
Post a Comment for "BPJS Kesehatan: Program Ideal dalam Kondisi Tidak Ideal"