SLPI - Maraknya kegiatan ilmiah
keperawatan baik dalam bentuk seminar, simposium, workshop, pelatihan, atau
lainnya bagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Disatu sisi,
geliat kegiatan ilmiah memberikan dampak positif bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan. Namun, disisi lain kegiatan
ilmiah ini juga dijadikan ajang komersialisasi banyak penyelenggara untuk
mendapatkan keuntungan semata.
Fenomena
komersialisasi tersebut nyata adanya yang kian hari kian menjadi-jadi.
Perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR) membuat Satuan Kredit Profesi (SKP)
menjadi incaran semua perawat, hingga seringkali menjadi disalahartikan bahkan
dikomersialisasikan oleh banyak pihak penyelenggara. Penyelenggara tersebut
mencari kesempatan dari kepanikan perawat dalam mengejar poin SKP dengan membuat
kegiatan ilmiah yang memberikan iming-iming SKP besar.
SKP
yang lebih banyak pada suatu kegiatan ilmiah keperawatan menjadi cara ampuh
bagi penyelenggara untuk menarik banyak peserta. Peserta dari kalangan perawat
akan rela mengeluarkan investasi berapapun sesuai kemampuan untuk bisa
mengikutinya, bahkan hingga ke luar kota. Berbagai cara pun mereka lakukan
untuk sekedar mendapatkan sertifikat dengan poin SKP yang ada didalamnya.
Hal
tersebutlah yang kerap kali dimanfaatkan penyelenggara untuk mendapatkan
keuntungan melalui kegiatan ilmiah yang diselenggarakannya. Berbagai cara
dilakukan penyelenggara dalam menjadikan SKP sebagai komoditi yang dapat
dikomersialisaikan. Berikut ini berbagai modus komersialisasi SKP yang biasa
dilakukan oleh penyelenggara, antara lain:
Membagi 1 hari kegiatan ilmiah menjadi 2 bentuk kegiatan berbeda
Untuk
mendapatkan jumlah SKP yang lebih banyak, biasanya penyelenggara akan mengubah
kegiatan ilmiah yang hanya diselenggarakan dalam 1 hari menjadi 2 bentuk
kegiatan sekaligus, seperti seminar dan workshop, simposium dan talkshow, atau
dalam bentuk kegiatan lainnya. Dengan demikian, penyelenggara akan mendapatkan
masing-masing 1 SKP dari tiap bentuk kegiatan ilmiah yang berbeda tersebut.
Padahal, bukankah kegiatan ilmiah itu sama halnya dengan 2 sesi dalam 1 hari
kegiatan? Lalu, kalau bukan untuk tujuan komersialisasi, mengapa harus diganti
penamaannya?
Mempersingkat waktu pelaksanaan saat hari H
Penyelenggara
yang telah mengetahui ketentuan pemberian SKP akan mengajukan jangka waktu
kegiatan yang untuk menghasilkan SKP lebih banyak semata meskipun pelaksanaan
hari tidak seperti pengajuannya. Misalnya, untuk mendapatkan 2 SKP,
penyelenggara akan mengajukan kegiatan lebih dari 10 jam. Tapi faktanya saat
pelaksanaan hari H, kegiatan ditutup lebih awal dari waktu yang diajukan,
dikarenakan berbagai alasan. Alasan ditutup lebih awal yang paling sering
terjadi biasanya karena jangka waktu yang terlalu panjang (> 10 jam) dalam 1
hari membuat banyak peserta yang meninggalkan kegiatan sebelum waktunya
sehingga jalannya kegiatan sudah tidak efektif dan kondusif lagi, Peserta pun
tetap diberikan sertifikat dengan poin 2 SKP.
Memperjualbelikan sertifikat SKP
Lebih
memprihatinkan lagi, modus satu ini dilakukan oleh penyelenggara biasanya
dengan memberikan kemudahan peserta untuk mendapatkan sertifikat SKP tanpa
repot-repot harus hadir kegiatan ilmiah yang diselenggarakan. Peserta
diperbolehkan hanya membayar biaya pendaftaran walaupun tidak bisa hadir pada
hari H dan sertifikat akan dikirimkan setelah kegiatan, Kalau memang
partisipasi dari suatu kegiatan ilmiah keperawatan cukup dengan membayar biaya
pendaftaran, lalu apa bedanya dengan pejabat yang memberi gelar? Bukankah
sama-sama bentuk komersialisasi?
Sungguh
miris menghadapi kenyataan tersebut. Padahal, kalau kita melihat kembali produk
hukum yang telah dikeluarkan PPNI, bukankah aturannya sudah jelas? Keputusan
PP PPNI No.
096/PP.PPNI/SK/K/S/VII/2012,
Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Perawat Indonesia, yang
berisi ketentuan tentang Satuan Kredit Profesi (SKP) berdasarkan peran
kepesertaan.
Bukti
seseorang melakukan kegiatan Pengembangan Keprofesian bagi Perawat dinyatakan
dalam bentuk SKP oleh organisasi profesi. Berdasarkan Permenkes 1796 tahun
2011, setiap perawat sekurang-kurangnya harus memiliki 25 SKP dalam 5 tahun utk
perpanjangan STR. Berikut ini berbagai ranah aktifitas profesional perawat yang
berbobot SKP dengan proporsi masing-masing diantaranya:
- Kegiatan Praktik Profesional : 10 – 20 % (2,5 – 5 SKP dalam 5 tahun)
- Pendidikan Berkelanjutan : 40 – 80% (10 – 20 SKP dalam 5 tahun)
- Pengembangan Ilmu Pengetahuan : 0 – 20% (0 – 5 SKP dalam 5 tahun)
- Pengabdian Masyarakat : 0 – 20% (0-5 SKP dalam 5 tahun)
Target
SKP untuk aktifitas Pendidikan Berkelanjutan memang memiliki porsi yang paling
besar dibandingkan ranah aktifitas lainnya. SKP untuk Pendidikan Berkelanjutan
dapat dicapai dengan mengikuti berbagai kegiatan ilmiah keperawatan seperti
seminar, simposium, workshop, pelatihan, dan lainnya. SKP dalam aktifitas ini
sudah jelas aturan mainnya, yaitu ditentukan berdasarkan bobot materi dan
jumlah jam efektif yang digunakan selama kegiatan. Berikut ini ketentuan
pemberian SKP untuk Peserta:
Sejatinya,
target angka tertentu dalam bentuk SKP hanyalah indikator kuantitatif seorang
perawat dari upayanya untuk menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Tapi,
indikator sesungguhnya ialah bersifat kualitatif yang dibuktikan dalam
memberikan pelayanan keperawatan berkualitas dan professional kepada masyarakat.
Adapun angka SKP yang diperoleh dalam kegiatan tersebut hendaknya tetap menjadi
unsur penambah semangat, efek samping dari usaha para perawat, bukan efek utama
yang diharapkan.
Target
25 SKP dalam waktu 5 tahun sesungguhnya bukanlah hal yang sulit diraih.
Artinya, hanya cukup mengumpulkan 5 SKP saja dalam. Bahkan jika dibandingkan
dengan target SKP dokter yang harus mengumpulkan 250 SKP dalam 5 tahun. Jadi,
tidak perlu panik mengejar SKP.
Kegiatan
ilmiah keperawatan yang kita ikuti selalu manfaatkan sebagai ajang menambah
ilmu dan memperbaharui pengetahuan dalam pelayanan keperawatan. Bukankah
menjadikan setiap hal yang kita usahakan juga sebagai bagian dari ibadah kita
kepada Tuhan? Bukan sekedar mengejar poin-poin SKP.
So...
be smart, be wise & be professional. Salam sukses perawat Indonesia.
Post a Comment for ""STOP" Komersialisasi SKP PPNI"