SLPI
- Era globalisasi yang sedang dan akan kita hadapi dibidang kesehatan
menimbulkan secercah harapan akan peluang (opportunity)
meningkatnya pelayanan kesehatan. Terbukanya pasar bebas memberikan
pengaruh yang penting dalam meningkatkan kompetisi disektor kesehatan.
Persaingan antar rumah sakit memberikan pengaruh dalam manajemen rumah sakit
baik milik pemerintah, swasta dan asing dengan tujuan akhir adalah untuk
meningkatkan pelayanan. Tuntutan masyrakat akan pelayanan kesehatan yang
memadai semakin meningkat turut meberikan warna diera globalisasi dan memacu rumah
sakit untuk memberikan layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh
masyarakat.
Mutu pelayanan keperawatan sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor
penentu citra institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) di mata masyarakat.
Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah
terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan,
kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah satu indikator mutu layanan keperawatan
adalah kepuasan pasien. Perilaku Caring perawat menjadi jaminan
apakah layanan perawatan bermutu apa tidak.
Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979),
Leininger (1984), Benner (1989), menempatkan caring sebagai dasar
dalam praktek keperawatan. Diperkirakan bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan
¼ adalah curing. Jika perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja
selama 24 jam di rumah sakit lebih menekankan caring sebagai pusat
dan aspek yang dominan dalam pelayanannya maka tak dapat disangkal lagi bahwa
perawat akan membuat suatu perbedaan yang besar antara caring dan curing (Marriner
A-Tomey, 1998). Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan
perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti
cara diagnostik dan cara pengobatan.
Caring yang diharapkan dalam keperawatan
adalah sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek diantaranya
: 1) human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan), 2)
Menanamkan kepercayaan-harapan, 3) Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri
dan orang lain, 4) Pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya, (5)
meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif, (6)
sistematis dalam metode pemecahan masalah (7) Pengembangan pendidikan dan
pengetahuan interpersonal, (8) meningkatkan dukungan, perlindungan
mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual (9) Senang membantu
kebutuhan manusia, (10) menghargai kekuatan
eksistensial-phenomenologikal. (Watson, 1979).
Untuk membangun pribadi Caring, perawat
dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon
terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta
kebutuhan-kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang Caring meningkat
akan menyokong perubahan perilaku perawat.
Caring dalam asuhan keperawatan merupakan
bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoriti ada
tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya
variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987)
yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar
belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah
kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan
demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga
pendekatan.
Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan
organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang
terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam
keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang
kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan
jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang
seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu
semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat
dalam caring.
Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang
dalam waktu yang singkat. Apakah orang yang lulus pendidikan tinggi melalui
pendidikan berlanjut menjadi baik perilaku caring nya ? Apakah dengan
iklim organisasi yang baik tiba-tiba seseorang perawat akan lebih Caring.
Bukan pekerjaan yang mudah untuk merubah perilaku seseorang. Yang terbaik
adalah membentuk Caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada dalam
pendidikan. Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat
sangat penting. Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan harus selalu
memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah.
Penekanan pada humansitik,
kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsure
caring yang lain harus ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat
rekruitmen sudah ada system yang bisa menemukan bagaimana sikap caring calon
mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat
sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caring – nya.
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh
perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring”
kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata
yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien,
dan bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet,
Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk
merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan
menggunakan spirit “caring”.
Spirit “caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam
diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit “caring”
bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat tindakan
fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat
memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.
“Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti
dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. “Caring” bukan
semata-mata perilaku. “Caring” adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi
tindakan (Marriner-Tomey, 1994). “Caring”juga didefinisikan sebagai tindakan
yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan
rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999).
Sikap ini diberikan memalui kejujuran,
kepercayaan, dan niat baik. Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan
perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial.
Diyakini, bersikap “caring” untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari
berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.
Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus
tercermin sepuluh faktor kuratif yaitu:
Pembentukan sistem nilai humanistic dan
altruistik. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu
kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemapuan diri dengan
memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
Memberikan kepercayaan – harapan dengan cara
memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping
itu, perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolngan kesehatan.
Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang
lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien,
sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar
pada orang lain.
Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat
memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut
merasakan apa yang dialami klien.
Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan
positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan
semua keluhan dan perasaan klien.
Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah
untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan
sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
Peningkatan pembelajaran dan pengajaran
interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
Menciptakan lingkungan fisik, mental,
sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruhi
lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit
klien.
Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan
manisiawi. Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien.
Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat
selanjutnya.
Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat
fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai.
Kadang-kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang
bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih
mendalam tentang diri sendiri.
Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui
dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani
sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain
itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk
lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain.
Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal
yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan
penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan
ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi
keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.
Post a Comment for "Membangun Pribadi “Caring” Perawat"