BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
kematian ibu dan bayi di Indonesia yang masih tinggi merupakan fokus utama
pemecahan masalah kesehatan di Indonesia. Hemoglobin adalah parameter yang
digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia (Supariasa, 2012). Bila
kadar Hb ibu hamil <11 gr % maka kadar hemoglobin ibu hamil tersebut
dikatakan tidak normal/anemia. di Indonesia umumnya kadar hb yang kurang
disebabkan oleh kekurangan zat besi.Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel maupun tubuh dan sel
otak. Kadar hb yang tidak normal dapat mengakibatkan kematian janin dalan
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, kadar hb tidak normal pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang kadar hemoglobinya
tidak normal dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan
bayi kemungkinan melahirkan bayi dengan BBLR dan premature juga lebih besar (Kristyanasari,
2010).
Upaya
pemerintah dan dunia dalam mencegah BBLR yang tertuang dalam Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
pada Tujuannya yaitu “Pada 2030, mengakhiri kematian BBLR yang dapat
dicegah.Targetnya adalah seluruh negara berusaha menurunkan BBLR setidaknya
hingga 12 per 1.000 KH”. Salah satu tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs) adalah perbaikan kesehatan bayi,
namun sampai saat ini Angka bayi baru lahir rendah (BBLR) di beberapa negara
berkembang termasuk Indonesia masih tinggi. Fokus pada pemecahan masalah
tersebut, bangsa-bangsa di dunia akan tetap menerapkan Post Millennium Development Goals (MDGs) 2025 dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
Bayi
lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebahagian
masyarakat yang ditandai dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Kejadian
BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa
kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada
masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun
kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek
perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja tejadi pada mereka dengan status
perekonomian yang cukup. Hal ini dapat berkaitan dengan paritas, jarak
kelahiran, kadar hemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal. BBLR termasuk
faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan diabilitas neonatus,
bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di
masa depan. (Prawirohardjo, 2012).
World Health
Organization
(WHO), mencatat hampir 98% dari 5 juta kematian neonatal terjadi di negara
berkembang terutama di Indonesia. dibandingkan
dengan Negara Asia dan Negara
maju lainnya. Kejadian berat badan lahir rendah berbeda pada setiap negara, di negara maju, misalnya di Eropa, angkanya berkisar antara 5-11%. Di
USA, pada tahun 2014 sekitar satu dari sembilan bayi dilahirkan prematur (11,9%),
dan di Australia kejadiannya sekitar
7%. Afrika Selatan 15%, sedangkan di
Indonesia angka kejadian persalinan prematur 27,9% (Sofie R.K, Dkk. 2015).
Sementara
di tingkat Association of
South East Asia Nations (ASEAN) dari hasil survey
angka kematian bayi di Indonesia tahun 2013 terdapat
35/1000 kelahiran hidup yaitu hampir 5 kali lipat dengan
kematian bayi di Malaysia, hampir dua kali lipat dengan Thailand dan 1,3 kali
dibanding dengan Philipina (Wiyatma, 2013).
Angka kejadian BBLR di
Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah Multicenter diperoleh
angka BBLR dengan rentan 2,1%-17,2%, Berdasarkan analisa nasional, Bayi
prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih
lemah. Berdasarkan estimasi dari Survei Demografi dan kesehatan Indonesia. Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9-30%
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. BBLR masih merupakan masalah
di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa
bayi baru lahir, Sebanyak 25% bayi baru lahir dengan BBLR meninggal dan 50%
meninggal saat bayi (Evariny, 2014)
Angka
Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2014 adalah sebesar 27/1000
kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Sulawesi Selatan tahun 2014 berdasarkan
profil Dinas Kesehatan memperlihatkan
sebesar 437/100.000 kelahiran hidup dengan penyebab Asfiksia Neonatorum 148
(33,87%), BBLR 181(41,42%), prematur 10 (2,28%) dan lain-lain 98 (22,43%).
(Profil Dinas Kesehatan Sulawesi selatan, 2014).
BBLR
yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya masalah pada
semua sistem organ tubuh meliputi gangguan pada pernafasan (aspirasi mekonium,
asfiksia neonatorum), gangguan pada sistem pencernaan (lambung kecil), gangguan
sistem perkemihan (ginjal belum sempurna), gangguan sistem persyarafan (respon
rangsangan lambat). Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan
mental dan fisik serta tumbuh kembang. BBLR berkaitan dengan tingginya angka
kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi
mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2014).
Salah
satu faktor langsung yang mempengaruhi berat bayi lahir adalah kadar hemoglobin
ibu saat hamil. Berat bayi lahir dapat dipengaruhi oleh kadar hemoglobin saat
hamil. Penelitian Setianingrum (2015) menunjukan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan berat bayi lahir, sebab penyebab
terjadinya BBLR bisa karena ibu hamil anemia, kurang suplai gizi waktu
dalam kandungan, ataupun lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan
rendah perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah
sekali mengalami hipotermi yang biasanya akan menjadi penyebab kematian.
Persentase bayi dengan BBLR sebesar 3,74% dan tingkat keeratan atau kekuatan
hubungan lemah, yang dibuktikan nilai dan p value =0,019 ( p<
0,05) dan nilai r = 0,36.
Berdasarkan
data di Medical record di Puskesmas
Minasa Upa Makassar didapatkan pada tahun 2014 terdapat 153 ibu anemia dan 87 bayi BBLR dari 867
bayi lahir. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 179 ibu dengan anemia dan 94
bayi BBLR dari 962 bayi lahir, pada
tahun 2016 terdapat 175 ibu dengan anemia dan 104 bayi BBLR dari 1037 bayi
lahir. Sedangkan pada tahun 2017 selama bulan Januari – Februari Data BBLR sebesar 28 kelahiran dengan
penyebab anemia sebesar 19 (73,07%) dan terdapat berat bayi lebih sebesar 2
(2,08%) dengan kadar hemoglobin >11.
Berdasarkan
masalah yang dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Kadar Hb Pada Ibu Hamil
Dengan Berat Bayi Lahir." Dengan harapan dapat memberikan gambaran dan masukan khususnya penulis dan
umumnya tenaga bidan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien
Untuk
mendapatkan kelanjutan skripsinya
Silahkan
download DISINI
NB: Silahkan whatsapp admin SLPI duntuk mendapatkan passwordnya (081242949477)
Post a Comment for "SKRIPSI Kebidanan: Hubungan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Dengan Berat Bayi Lahir."