Opini, SLPI - Diskurkus
tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan dalam
berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun. Begitu banyaknya forum-forum
diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan, makalah,
maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan
gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik kontemporer di Indonesia. Terutama
dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik
yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat.
Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak
pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan
penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan,
ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang
dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa --- sebagai perpanjangan
aspirasi rakyat ---- dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan
sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas
konflik-konflik yang terjadi vis
a vis penguasa. Secara umum,
advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar
rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih
signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa
lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam
terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi
perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam
bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam
kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa
yang dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam
melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh
sebab itu, peranannya menjadi begitu penting dan berarti tatkala berada di
tengah masyarakat. Saking begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa
pada kebanyakkan negara di dunia telah mencatat bahwa perubahan sosial (social
change) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh
adanya gerakan perlawanan mahasiswa.
Alasan utama menempatkan mahasiswa beserta gerakannya
secara khusus dalam tulisan singkat ini lantaran kepeloporannya sebagai
"pembela rakyat" serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah
bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan jujur dan tegas. Walaupun memang tak
bisa dipungkiri, faktor pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula
mewarnai aktifitas politik mahasiswa yang telah memberikan konstribusinya yang
tak kalah besar dari kekuatan politik lainnya. Pemihakan terhadap ideologi tertentu dalam gerakan
mahasiswa memang tak bisa dihindari. Pasalnya, pada diri mahasiswa terdapat
sifat-sifat intelektualitas dalam berpikir dan bertanya segala sesuatunya
secara kritis dan merdeka serta berani menyatakan kebenaran apa adanya. Maka,
diskursus-diskursus kritis seputar konstelasi politik yang tengah terjadi kerap
dilakukan sebagai sajian wajib yang mesti disuguhkan serta dianggap sebagai
tradisi yang melekat pada kehidupan gerakan mahasiswa.
Pada mahasiswa kita mendapatkan
potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan sebagai modernizing agents. Praduga
bahwa dalam kalangan mahasiswa kita semata-mata menemukan transforman sosial
berupa label-label penuh amarah, sebenarnya harus diimbangi pula oleh kenyataan
bahwa dalam gerakan mahasiswa inilah terdapat pahlawan-pahlawan damai yang
dalam kegiatan pengabdiannya terutama (kalau tidak melulu) didorong oleh
aspirasi-aspirasi murni dan semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus
edukasi, akan tetapi berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera
hasil edukasinya itu, sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi
sebagai edukator-edukator dengan cara-caranya yang khas".
Masa selama studi di kampus
merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi
mereka dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.
Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi merangsang
mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap
berhasil. Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat
pengujian terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati.
Tatkala, mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya
akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed dengan mata hatinya, mereka akan
merasa "terpanggil" sehingga terangsang untuk bergerak.
Dalam kehidupan gerakan mahasiswa
terdapat adagium patriotik yang bakal membius semangat juang lebih radikal.
Semisal, ungkapan "menentang ketidakadilan dan mengoreksi kepemimpinan
yang terbukti korup dan gagal" lebih mengena dalam menggugah semangat
juang agar lebih militan dan radikal. Mereka sedikit pun takkan ragu dalam
melaksanakan perjuangan melawan kekuatan tersebut. Pelbagai senjata ada di
tangan mahasiswa dan bisa digunakan untuk mendukung dalam melawan kekuasaan
yang ada agar perjuangan maupun pandangan-pandangan mereka dapat diterima.
Senjata-senjata itu, antara lain seperti; petisi, unjuk rasa, boikot atau
pemogokan, hingga mogok makan. Dalam konteks perjuangan memakai senjata-senjata
yang demikian itu, perjuangan gerakan mahasiswa --- jika dibandingkan dengan
intelektual profesional ---- lebih punya keahlian dan efektif.
Kedekatannya dengan rakyat
terutama diperoleh lewat dukungan terhadap tuntutan maupun selebaran-selebaran
yang disebarluaskan dianggap murni pro-rakyat tanpa adanya kepentingan-kepentingan
lain meniringinya. Adanya kedekatan dengan rakyat dan juga kekauatan massif
mereka menyebabkan gerakan mahasiswa bisa bergerak cepat berkat adanya jaringan
komunikasi antar mereka yang aktif
Oleh karena itu, sejarah telah
mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada
suatu negara. Secara empirik kekuatan mereka terbukti dalam serangkaian
peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di Argentina tahun
1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966,
Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo
Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985, dan
Soeharto di Indonesia tahun 1998. Akan tetapi, walaupun sebagian besar
peristiwa pengulingan kekuasaan itu bukan menjadi monopoli gerakan mahasiswa
sampai akhirnya tercipta gerakan revolusioner. Namun, gerakan mahasiswa lewat
aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis telah terbukti menjadi
katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan rakyat dalam menentang
kekuasaan tirani.
Post a Comment for "Gerakan Mahasiswa Sebagai Gerakan Pembela Rakyat Dan Perubahan Masa Depan Bangsa"