BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proyek
integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas dan rumah sakit menunjukkan adanya
kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih terkoordinasi dengan baik di
semua unsur kesehatan. Hakekat pembangunan kesehatan merujuk pada
penyelengaraan pelayanan kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi
setiap penduduk.(Depkes RI, 2006).Pravelensi penderita Skizofrenia di Indonesia
adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun namun
ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila
penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa
menderita Skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah
penderita Skizofrenia. Gejala-gejala Skizofrenia mengalami penurunan fungsi /
ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dan
nyaris terputus relasinya dengan orang lain. ( Arif, 2006).
Masalah
keperawatan yang paling sering ditemukan di RS. Jiwa adalah perilaku kekerasan,
halusinasi, menarik diri, harga diri rendah, waham, bunuh diri, ketergantungan
napza, dan defisit perawatan diri. Dari delapan masalah keperawatan diatas akan
mempunyai manifestasi yang berbeda, proses terjadinya masalah yang berbeda dan
sehingga dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Ketujuh masalah itu dipandang
sama pentingnya, antara masalah satu dengan lainnya. ( Depkes 2006). Sedangkan
perilaku kekerasan sendiri adalah suatu keadaan dimanan seorang individu
mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri / orang
lain. (Townsend, 1998)
Walau
demikian meskipun perilaku kekerasan kadang bernilai negative tapi tetap ada
karena sebenarnya marah juga berguna yaitu untuk meningkatkan energi dan
membuat seseorang lebih berfokus/bersemangat mencapai tujuan. Kamarahan yang
ditekan atau pura-pura tidak marah akan akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan intra personal.(Harnawatiaj,2008, 3,http://www.gaya hidup sehat online.com,27 januari 2008).
Hal
ini melihat fenomena-fenomena diatas baik gejala yang muncul / akibat dari
masalah itu sendiri yang akhirnya mengurangi produktifitas pasien. Untuk itu
Askep yang professional pada pasien perilaku kekerasan sangat diharapkan oleh
pasien atau keluarga.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
yang di permasalahkan dalam isi makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan konsep
tumbuh kembang ?
2. Apa yang di maksud dengan konsep
keperawatan jiwa pada anak dan remaja
3. Apa yang di maksud dengan jiwa
pada dewasa dan lansia ?
4. Bagaimanakah diagnose
keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia ?
5. Bagaimanakah
mengetahui intervensi diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa
dan lansia ?
6. Bagaimanakah analisis
pemecahan masalah keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia?
7. Bagaimanakah strategi
pemecahan masalaha keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaj, dewasa dan lansia
2. Tujuan
Khusus
1. Untuk
mengetahui konsep tumbuh kembang
2. Untuk
mengetahui konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaja
3. Untuk
mengetahui konsep konsep keperawatan jiwa pada dewasa dan lansia
4. Untuk
mengetahui diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia
5. Untuk
mengetahui intervensi diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa
dan lansia
6. Untuk
mengetahui analisis pemecahan masalah keperawatan jiwa pada anak dan remaja,
dewasa dan lansia
7. Unruk
mengetahui strategi pemecahan masalaha keperawatan jiwa pada anak dan remaja,
dewasa dan lansia
\
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Konsep
Tumbuh Kembang
Pertumbuhan
(growth) adalah merupakan peningkatan jumlah dan besar sel di seluruh bagian
tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan mensintesis protein-protein
baru, menghasilkan penambahan jumlah dan berat secara keseluruhan atau
sebagian. Dalam pertumbuhan manusia juga terjadi perubahan ukuran, berat badan,
tinggi badan, ukuran tulang dan gigi, serta perubahan secara kuantitatif dan perubahan fisik pada diri manusia itu.
Dalam pertumbuhan manusia terdapat peristiwa percepatan dan perlambatan.
Peristiwa ini merupakan kejadian yang ada dalam setiap organ tubuh.
Pertumbuhan
adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara
bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami
peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual
( Supartini, 2000).
Perkembangan
(development) adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertambah
sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkatkan dan meluasnya kapasitas seseorang
melalui pertumbuhan, kematangan atau kedewasaan (maturation), dan pembelajaran
(learning). Perkembangan manusia berjalan secara progresif, sistematis dan
berkesinambungan dengan perkembangan di waktu yang lalu. Perkembangan terjadi
perubahan dalam bentuk dan fungsi kematangan organ mulai dari aspek fisik,
intelektual, dan emosional. Perkembangan secara fisik yang terjadi adalah dengan
bertambahnya sempurna fungsi organ. Perkembangan intelektual ditunjukan dengan
kemampuan secara simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung.
Perkembangan emosional dapat dilihat dari perilaku sosial lingkungan anak.
1.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG
Setiap
manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda antara satu
dengan manusia lainnya, bisa dengan cepat bahkan lambat, tergantung pada
individu dan lingkungannya. Proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor-faktor di antaranya :
a.
Faktor heriditer/ genetik
Faktor
heriditer Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang
terjadi pada individu, yaitu secara bertahap, berat dan tinggi anak semakin
bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara
kognitif, psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000).
Merupakan
faktor keturunan secara genetik dari orang tua kepada anaknya. Faktor ini tidak
dapat berubah sepanjang hidup manusia, dapat menentukan beberapa karkteristik
seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata,
pertumbuhan fisik, dan beberapa keunikan sifat dan sikap tubuh seperti
temperamen.
b. Faktor Lingkungan/ eksternal
Lingkungan
merupakan faktor yang mempengaruhi individu setiap hari mulai lahir sampai
akhir hayatnya, dan sangat mempengaruhi tercapinya atau tidak potensi yang
sudah ada dalam diri manusia tersebut sesuai dengan genetiknya.
c. Faktor
Status Sosial ekonomi
Status
sosial ekonomi dapat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Anak yang lahir dan
dibesarkan dalam lingkungan status sosial yang tinggi cenderung lebih dapat
tercukupi kebutuhan gizinya dibandingkan dengan anak yang lahir dan dibesarkan
dalam status ekonomi yang rendah.
d.
Faktor nutrisi
Nutrisi
adalah salah satu komponen penting dalam menunjang kelangsungan proses tumbuh
kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti
protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan
tersebut tidak di penuhi maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat
terhambat.
e. Faktor
kesehatan
Status
kesehatan dapat berpengaruh pada pencapaian tumbuh kembang. Pada anak dengan
kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk tumbuh kembang sangat mudah. Namun
sebaliknya, apabila kondisi status kesehatan kurang baik, akan terjadi
perlambatan.
2.
CIRI
PROSES TUMBUH KEMBANG
Menurut
Soetjiningsih, tumbuh kembang anak
dimulai dari masa konsepsi sampai dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri yaitu :
Tumbuh kembang adalah proses yang
kontinyu sejak konsepsi sampai maturitas (dewasa) yang dipengaruhi oleh faktor
bawaan daan lingkungan.
Dalam periode tertentu terdapat
percepatan dan perlambatan dalam proses tumbuh kembang pada setiap organ tubuh
berbeda.
Pola perkembangan anak adalah sama,
tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan
respon tubuh yang khas oleh setiap
organ.
Secara
garis besar menurut Markum (1994) tumbuh
kembang dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Tumbuh
kembang fisis
Tumbuh
kembang fisis meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organisme atau
individu. Perubahan ini bervariasi dari fungsi tingkat molekuler yang sederhana
seperti aktifasi enzim terhadap diferensi sel, sampai kepada proses metabolisme
yang kompleks dan perubahan bentuk fisik di masa pubertas.
b. Tumbuh
kembang intelektual
Tumbuh
kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan
menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik, seperti bermain,
berbicara, berhitung, atau membaca.
c. Tumbuh
kembang emosional
Proses
tumbuh kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi umtuk membentuk ikatan
batin, kemampuan untuk bercinta kasih.
3.
TAHAP-TAHAP
TUMBUH KEMBANG MANUSIA
Tahap-tahap
tumbuh kembang pada manusia adalah sebagai berikut :
Neonatus (bayi lahir sampai usia 28
hari)
Dalam
tahap neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar tumbuh dan
kembang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya. Sedangkan
perawat membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi yang
masih belum diketahui oleh orang tuanya.
Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)
Dalam
tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat pesat. Bayi pada
usia 1-3 bulan mulai bisa mengangkat kepala,mengikuti objek pada mata, melihat
dengan tersenyum dll. Bayi pada usia 3-6 bulan mulai bisa mengangkat kepala
90°, mulai bisa mencari benda-benda yang ada di depan mata dll. Bayi usia 6-9
bulan mulai bisa duduk tanpa di topang, bisa tengkurap dan berbalik sendiri
bahkan bisa berpartisipasi dalam bertepuk tangan dll. Bayi usia 9-12 bulan
mulai bisa berdiri sendiri tanpa dibantu, berjalan dengan dtuntun, menirukan
suara dll. Perawat disini membantu orang tua dalam memberikan pengetahuan dalam
mengontrol perkembangan lingkungan sekitar bayi agar pertumbuhan psikologis dan
sosialnya bisa berkembang dengan baik.
Todler (usia 1-3 tahun)
Anak
usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem kontrol tubuh yang mulai membaik,
hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal. Pengalaman dan perilaku
mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan diluar keluarga terdekat, mereka mulai
berinteraksi dengan teman, mengembangkan perilaku/moral secara simbolis,
kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai sumber pelayanan kesehatan, perawat
berkepentingan untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna
memberikan asuhan keperawatan anak dengan optimal.
Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak
usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun ( Wong, 2000), anak
usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi pertumbuhan dan
perkembangannya. Dalam hal pertumbuhan, secara fisik anak pada tahun ketiga
terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.penambahan TB
berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.
Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan tahun sebelumnya.BB mencapai 16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan pernafasan turun sedikit demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah BB rata-rata mencapai 18,7 kg dan TB 110 cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi yaitu kemungkinan munculnya gigi permanent ssudah dapat terjadi.
Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan tahun sebelumnya.BB mencapai 16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan pernafasan turun sedikit demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah BB rata-rata mencapai 18,7 kg dan TB 110 cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi yaitu kemungkinan munculnya gigi permanent ssudah dapat terjadi.
Usia sekolah (6-12 tahun)
Kelompok
usia sekolah sangat dipengaruhi oleh
teman sebayanya. Perkembangan fisik, psikososial, mental anak meningkat.
Perawat disini membantu memberikan waktu dan energi agar anak dapat mengejar
hoby yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.
Remaja ( 12-18/20 tahun)
Perawat
membantu para remaja untuk pengendalian emosi dan pengendalian koping pada jiwa
mereka saat ini dalam menghadapi konflik.
Dewasa muda (20-40 tahun)
Perawat
disini membantu remaja dalam menerima gaya hidup yang mereka pilih, membantu
dalam penyesuaian diri, menerima komitmen dan kompetensi mereka, dukung
perubahan yang penting untuk kesehatan.
Dewasa menengah (40-65 tahun)
Perawat
membantu individu membuat perencanaan sebagai antisipasi terhadap perubahan
hidup, untuk menerima faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kesehatan
dan fokuskan perhatian individu pada kekuatan, bukan pada kelemahan.
Dewasa tua
Perawat
membantu individu untuk menghadapi kehilangan (pendengaran, penglihatan,
kematian orang tercinta).
B.
Konsep
Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak –
kanak dan remaja merujuk pada usia dan kebudayaan. Dimana perilaku yang
dianggap normal pada anak –anak bisa saja tidak normal pada orang dewasa,
contohnya malu dan takut pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan
dirasa wajar bila itu yang mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila
itu yang mengalami seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya
membantu menentukan apakah orang – orang melihat perilaku tertentu sebagai normal
atau abnormal. Orang – orang yang hanya mendasarkan pada normalitas pada
standart yang berlaku pada budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnocentris
ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda
sebagai abnormal. Perilaku abnormal pada anak – anak bergantung pada definisi
orang tua mereka yang dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku
yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak
lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang
berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana
dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku.
Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja
dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian
pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam
catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan
kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan
stress tinggi bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang
berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun
beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak
yang berulangkali dan terus menerus melanggar peraturan dan hak orang lain
dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan
prilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau
awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak
tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi
dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain
dengan stress tinggi bukan gangguan prilaku.
1.
GEJALA
Pada
umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak berhubungan baik
dengan orang lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung salah
mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman dan bereaksi agresif. Mereka
bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering berkelahi dan
kemungkinan kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak
barang, khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam
pencurian. Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari
dari rumah dan sering bolos dari sekolah. Anak perempuan dengan gangguan
prilaku lebih sedikit mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk menjadi agresif
secara fisik; mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-obatan
terlarang, dan kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar
separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika
dewasa. Anak yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan
melanjutkan prilakunya. Orang dewasa yang tetap berprilaku seperti itu
seringkali menghadapi masalah hukum , secara kronis mengganggu hak orang lain,
dan seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.
2. KLASIFIKASI GANGGUAN PERILAKU
a.
Gangguan Perkembangan Pervasif
Ditandai
dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi
sosial, dan komunikasi. Gangguan
ini terdiri dari :
1)
Autisme
Adalah
kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya
bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan
gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan
minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon
terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh
terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala.
2)
Reterdasi Mental
Muncul
sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual
secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan
keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis.,
komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial,
fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi
akademis, dan bekerja.
3)
Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan
dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada
bidang-bidang dan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya,
3.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KONSEP KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK
DAN REMAJA
a. Faktor-faktor
psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik
biasanya akibat :
Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada
kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku,
gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau kecemasan.
Struktur otak yang tidak normal. Penelitian
menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada
pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat
di kandungan ibu, kurangnya perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu
yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang
abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang
berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan
yang sangat signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan
perkembangan saraf lainnya.
Penyakit kronis atau kecacatan dapat
menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
b. Dinamika
keluarga.
Dinamika
keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus
dianiaya pada masa kanak-kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat
(terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan
dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan
belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya
sifat pengasuhan orang tua pada anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan
keterampilan koping yang tidak baik antaranggota keluarga dan model peran yang
buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan
remaja.
c. Faktor
lingkungan.
Lingkungan
dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula,
seperti :
Kemiskinan.
Perawatan
pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan
akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada
pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
Tunawisma.
Anak-anak
tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan
emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan
angka penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah
psikologis diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol
(Townsend, 1999).
Budaya keluarga.
Perilaku
orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat
mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah
psikologik.
C. Konsep Keperawatan Jiwa Pada Dewasa
dan Lansia
Lansia adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Proses menua
(aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari
75 tahun
1. Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah
kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang
merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan
masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,
ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif,
kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari
masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif,
kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien
Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a. Keterbatasan
fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b. Adanya
akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan
krisis bila :
Ketergantungan
pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
Mengisolasi
diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab,
diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain
Hal-hal yang
dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia
kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan
sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang
paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa
faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati
hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa
faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka
adalah sebagai berikut:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang
memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang,
enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan
sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya
dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya
dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer.
Faktor
psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau
malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga
dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
c.
Perubahan
Aspek Psikososial
Pada umumnya
setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya
penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
d.
Perubahan
yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua
atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki
masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.
3. Penyakit Psikiatris
Gangguan yang
paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan
terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko
tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah,
diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a. Gangguan
demensia
Faktor resiko
demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin
wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan
kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk
agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak,
impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b.
Gangguan depresi
Gejala yang
sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik,
gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun
[multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
masalah-masalah pada tubuh.
c.
Gangguan kecemasa
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan
gangguan stres pasca trauma
Tanda dan
gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda,
tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau
pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan
harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh
biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi
dibutuhkan.
D. Diagnosa
Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak
Dan Remaja
Masalah
Keperawatan
a. Tidak efektifnya koping individu
b. Gangguan konsep diri : HDR
c. Isolasi social : menarik diri
d. Tidak efektifnya penatalaksanaan
program terapeutik
e. Tidak efektifnya koping keluarga,
ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
f. Kerusakan komunikasi verbal
g. Proses pikir waham
Diagnosa
Keperawatan
a. Isolasi social menarik diri
berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu
b. Tidak efektifnya koping individu
berhubungan dengan harga diri rendah
c. Tidak efektifnya penatalaksanaan
program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluaga merawat klien di
rumah
d. Kerusakan
komunikasi vebal berhubungan dengan waham
2. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak
Dan Remaja
a. Isolasi social berhubungan dengan
rasa curiga
b. Depresi berhubungan dengan isolasi
social
c.
Harga
diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak
E. Intervensi
Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1. Intervensi Keperawatan Jiwa Pada
Anak Dan Remaja
Intervensi
keperawatan untuk klien yang mengalami OCD
a. Kembangkan hubungan terapeutik
b. Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c. Jelaskan kepada klien bahwa anda
percaya ia dapat berubah
d. Kurangi waktu klien secara bertahap
untuk melakukan perilaku ritual
e. Diskusikan fungsi ritual dalam
kehidupan klien, tanpa penilaian.
f. Klien menggunakan teknik perilaku
imajinasi, relaksasi progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi untuk
mengurangi ansietas
g. Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan
dengan aman
h. Klien mengatakan keinginannya untuk
tetap meneruskan terapi
i.
Klien
melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan
j.
Keluarga
memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien yang terkait
dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama aktivitas non-OCD.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis Pemecahan Masalah
1. Analisis Pemecahan Masalah
Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah
seorang remaja yang terlihat tidak gembira merupakan hal yang biasa. Namun,
perlu diwaspadai bila perasaan tidak bahagia tersebut terus berlanjut sampai
lebih dari dua pekan. Ada banyak alasan mengapa seorang remaja merasa tidak
bahagia. Lingkungan yang penuh tekanan dapat memicu depresi dengan adanya
depresi, dapat muncul perasaan merasa bersalah, menurunnya ferforma disekolah,
interaksi sosial, menyimpannya orientasi seksual, maupun terganggunya kehidupan
remaja dikeluarganya. Yang paling membahayakan dari depresi adalah munculnya
ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri.
Masalah utama yang biasa dialami
remaja berkaitan dengan perilaku seksual, keinginan untuk bunuh diri, keinginan
untuk lari dari rumah, perilaku antisocial, perilaku mengancam, keterlibatan
dengan obat terlarang, hypochandriasis, masalah diit/makan, dan takut sekolah.
Untuk mencegah kesan remaja bahwa
perawat memihak kepada orang tuanya, maka sangat perlu diperhatikan perawat
untuk melakukan kontak awal langsung dengan remaja. Pengetahuan perawat tentang
perkembangan normal yang dialami remaja sangat diperlukan untuk dapat
membedakan perilaku adaptif dan menentukan masalah berdasarkan perilaku remaja
merupakan langkah pertama dalam merencanakan asuhan keperawatan. Perawat
kemudian menentukan tujuan jangka pendek berdasarkan respons maladaptive dengan
memperhatikan kekuatan yang dimiliki remaja, begitu pula tujuan jangka
panjang.(Ermawati,dkk.2009)
Tinjauan terhadap rencana asuhan
keperawatan perlu dilakukan secara berkala untuk memperbaiki situasi, catatan
perkembangan dan mempertimbangkan masalah baru. Sangat penting untuk mengkaji
dan mengevaluasi proses keperawatan pada remaja. Implementasi kegiatan perawat
meliputi: (Ermawati,dkk.2009)
a. Pendidikan pada remaja dan orang tua
Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling tepat untuk
memberikan informasi mengenai kesehatan berkaitan dengan penggunaan obat
terlarang, masalah seks, pencegahan bunuh diri, dan tindakan kejahatan, begitu
pula informasi mengenai perilaku remaja dan memahami konflik yang dialami
mereka, orang tua, guru dan masyarakat akan lebih suportif dalam menghadapi
remaja, bahwakan dapat membantu mengembangkan fungsi mandiri remaja dan orang
tua mereka, akan menimbulkan perubahan hubungan yang positif.
b. Terapi keluarga
Terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja dengan
gangguan kronis dalam interaksi keluarga yang mengakibatkan gangguan
perkembangan pada remaja. Oleh karena itu perawat perlu mengkaji tingkat fungsi
keluarga dan perbedaan yang terdapat didalamnya untuk menentukan cara terbaik
bagi perawat berinteraksi dan membantu keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok memanfaatkan kecenderungan remaja untuk
mendapat dukungan dari teman sebaya. Konflik antara keinginan untuk mandiri dan
tetap tergantung, serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter, akan mudah
dibahas.
d. Terapi individu
Terapi individu oleh perawat spesialis jiwa yang
berpengalaman dan mendapat pendidikan formal yang memadai. Terapi individu
terdiri atas terapi yang bertujuan singkat dan terapi penghayatan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara lain
penggunaan teknik berdiam diri, menjaga kerahasiaan, negativistic, resistens,
berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk terapi, dan minta
perhatian khusus.
2. Analisis Pemecahan Masalah
Keperawatan Jiwa Pada Dewasa Dan Lansia
a. Retardasi
mental.
Muncul sebelum
usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi,
yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada
dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua
bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri,
aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat,
pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b. Autisme
Dicirikan dengan
gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan
minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya
responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, kerusakan
yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis.,
tergantung pada benda mati dan gerakan tubuh yang berulang-ulang seperti
mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala)
c. Gangguan
perkembangan spesifik
Dicirikan dengan
keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada
bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal.
B.
Strategi
Pemecahan Masalah
1.
Strategi Pemecahan
Masalah Pada Anak dan Remaja
Strategi dalam pemecahan masalah yang sering di gunakan oleh perawata berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care.
Strategi dalam pemecahan masalah yang sering di gunakan oleh perawata berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care.
a. Strategi pencegahan
primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan
pranatal awal, program intervensi dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang
sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko
untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
b. Startegi
Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang
mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera
dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan
sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi
keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan
konseling teman sebaya.
c. Dukungan
terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi
bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu
berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku
pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan metode koping
yang lebih adaptif.
d. Terapi
keluarga dan penyuluhan keluarga penting untuk membantu keluarga mendapatkan
keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat
meningkatkan fungsi semua anggota keluarga
e.
Pengobatan berbasis rumah sakit
a. Unit
khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa.
Pengobatan di unit-unit ini biasana diberikan untuk klien yang tidak sembuh
dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko
tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain
b. Program
hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat
(on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita
penyakit jiwa.
c. Seklusi
dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi.
Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak
dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang
restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu
kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.
2. Strategi
Pemecahan Masalah Keperawatan Jiwa Pada Dewasa Dan Lansia
a. Terapi perilaku kognitif merupakan
terapi andalan untuk mengobati gangguan kecemasan pada orang dewasa muda. Namun
efek terapi tersebut hasilnya lebih rendah atau bahkan tidak mempan ketika
diterapkan pada orang lanjut usia (lansia).
b. Gangguan kecemasan termasuk gangguan
panik, fobia, stres pasca trauma dan gangguan kecemasan, umumnya terjadi pada
orang dewasa di atas usia 55 tahun. Dalam Journal of American Geriatrics
Society dinyatakan bahwa 3-14 dari setiap 100 orang lansia memiliki gangguan
kecemasan.
"Asumsi yang ada selama ini adalah terapi untuk gangguan kecemasan dapat sama efektifnya pada berbagai usia," kata Rebecca Gould, seorang peneliti dari King College London seperti dilansir dari HealthNews,
Tapi nyatanya menurut Dr Eric Lenze, seorang profesor di Washington University School of Medicine efek terapi hasilnya lebih rendah ketika diterapkan pada lansia.
"Asumsi yang ada selama ini adalah terapi untuk gangguan kecemasan dapat sama efektifnya pada berbagai usia," kata Rebecca Gould, seorang peneliti dari King College London seperti dilansir dari HealthNews,
Tapi nyatanya menurut Dr Eric Lenze, seorang profesor di Washington University School of Medicine efek terapi hasilnya lebih rendah ketika diterapkan pada lansia.
c. Terapi bicara yang disebut terapi
perilaku kognitif digunakan untuk membantu orang dewasa untuk mengobati
gangguan kecemasan sedikit lebih baik daripada pendekatan terapi lainnya. Namun
nyatanya pada lansia, tidak seefektif jika diterapkan pada orang dewasa muda.
Sementara studi sebelumnya telah
menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif bekerja dengan baik untuk orang
dewasa muda dan setengah baya. Namun, sebelumnya belum ada banyak penelitian mengenai
pengobatan gangguan kecemasan pada lansia.
d. Terapi perilaku kognitif sering
melibatkan pertemuan secara pribadi dengan terapis dengan tujuan akhir untuk
menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang menyebabkan gangguan tersebut.
Rata-rata dalam studi, peserta penelitian melalui 12 sesi terapi.
Dibandingkan dengan jika tidak
menjalani terapi sama sekali, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedang
untuk membantu mengobati kecemasan. Dibandingkan dengan obat atau diskusi
kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedikit lebih baik. Tim
peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.
"Terapi mungkin bekerja lebih
baik dibandingkan obat karena berusaha untuk memperbaiki penyebab kecemasan
bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi penyebab dari gejala kecemasan, misalnya
dengan mengubah cara berpikir mengenai sesuatu atau menafsirkan suatu hal, maka
dapat menghentikan kecemasan datang lagi di masa depan. Jika hanya mengatasi
gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan tersebut dapat muncul kembali. Tidak
diketahui mengapa terapi tampaknya kurang efektif pada lansia, tetapi mungkin
karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih lama untuk lansia," kata
Gould.
Studi lebih lanjut masih diperlukan
untuk menemukan terapi yang cukup efektif untuk lansia. Tim peneliti Gould
telah merencanakan sebuah studi yang mengeksplorasi manfaat dari pemikiran
berbasis terapi kognitif, yang mencakup terapi seperti meditasi.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak
seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar
kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang.
Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka
kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih
berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka
kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan
khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik
kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga
dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social
keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja.
Sebaliknya
semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat
kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja
ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial
keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada
keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi
pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil
perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi
waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini
terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program
pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.
B.
Saran-Saran
Saya menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu kami
membutuhkan berbagai masukan-masukan ataupun saran yang bersifat konskruktif
untuk memperbaiki pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alpers,
Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta.
2006
Departemen Kesehatan RI,
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III, Edisi Pertama, Jakarta, 1993.
Mappiare
A. (2003). Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha
Nasional
Mutadin,
Z. (2007). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada
Remaja.
Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis
Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997.
Sarwono,
S. (1994). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Sir
Roy Meadow & Simon J. Newell. Lecture Notes : Pediatrika Edisi Ke
Tujuh. Erlangga : Jakarta, 2006.
Post a Comment for "Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak & Remaja, Dewasa & Lansia"