OLEH: IWANSYAH
Akhir dari revolusi
Akhir dari revolusi
Seiring dengan berakhirnya Pemilu dan
telah terpilihnya gunerbur
dan wakil gubernur yang baru,
tampaknya revolusi demokratik di Indonesia sudah selesai (walaupun
pada kenyataannya belum tuntas). Walaupun masih ada seruan-seruan untuk
membentuk pemerintahan transisi (oleh siapa?), semua kekuatan-kekuatan
demokratis yang besar selama ini hanya mempersiapkan
dirinya untuk memenangkan Pemilu dan berbagai permainan politik lainnya didalam
sistem, bukannya untuk aksi-aksi revolusioner. Beratus-ratus
demonstrasi (yang menurut media 'hanya' dianggap sebagai milik mahasiswa) di
jalanan walaupun semilitan dan seberapa banyak dedikasinya bagi rakyat, tidak
dapat lagi menjadi sebuah ancaman bagi konsensus dari para elit-elit politik.
Mereka masih dapat berperan sebagai kelompok-kelompok penekan dalam masa
pemerintahan baru saat ini, tetapi akan berat untuk menjadikan diri mereka
sebagai sebuah kekuatan yang revolusioner.
Bagi figur-figur liberal dari kaum elit
politik, revolusi politik di Indonesia
tampaknya sukses. Suharto telah ditumbangkan, banyak tapol/napol dibebaskan,
pers diberi kebebasan dan sudah terselenggara Pemilu dengan sistem multi-partai
dimana partai-partai oposisi dapat membangun kekuatannya sendiri. Tetapi pada
kenyataannya, demokrasi di Indonesia
tetap saja masih meninggalkan banyak problem yang belum terselesaikan, antara
lain dengan malahan meneruskan berlakunya dwifungsi TNI, walaupun para
demokrat-demokrat moderat berkata dengan sinis bahwa hal itu akan diselesaikan
seiring dengan berjalannya waktu melalui proses-proses parlementer.
Jadi kalian telah mendapatkan sistem yang
demokratis -- apakah kalian puas?
Jadi apakah sudah tiba waktu bagi para
aktifis untuk kembali pulang ke rumah masing-masing dan menyerahkan semua
urusan politik pada para politikus? Bagi mereka yang tidak menjadi bagian dari
elit politik-ekonomi dan militer, demokrasi baru ini tampaknya hanya menjadi
sebuah lelucon yang buruk. Kalian telah mendapat kebebasan dalam memilih partai
favorit kalian sendiri, tetapi tetap tidak ada kata bebas untuk berkata hal-hal
yang sebenarnya. Kalian tetap dapat berkata apapun yang kalian inginkan (selama
hal itu bukan 'komunis'), tetapi tak akan ada yang mau mendengarkan kalian
karena media massa
tetap ada dibawah kontrol kaum elit politik. Kalian dapat melakukan demonstrasi
dan aksi-aksi protes (selama hal itu dianggap masih sesuai dengan hukum yang
berlaku atau militer tetap akan turun tangan dengan seenaknya), tetapi tak akan
ada yang akan memperhatikan. Dan walaupun sudah terjadi begini banyak kebebasan
baru, tetapi buruh masih harus menjadi budak bagi para boss mereka, petani
masih harus menghamba pada tuan-tuan tanah, dan sementara itu kebanyakan massa rakyat juga masih
mengalami kesulitan dalam mendapatkan barang-barang bagi kebutuhan-kebutuhan
pokoknya. Selamat datang dalam 'indahnya dunia kebebasan' dari kapitalisme
modern!
Menghadapi demokrasi yang sesungguhnya
Bagi banyak aktifis, sudah sangat jelas
mengenai bagaimana omong-kosongnya sistem parlementer liberal. Parlementerisme
hanyalah sebuah sistem dimana sedikit orang mengatur hidup banyak orang, yang
dengan demikian berarti juga bahwa hal tersebut bertentangan dengan bentuk
demokrasi yang sesungguhnya.
Di banyak negeri di dunia ini, banyak contoh-contoh pergerakan rakyat yang mempraktekan bentuk-bentuk demokrasi partisipasi langsung. Contoh yang bagus dari hal ini dapat dilihat pada bentuk demokrasi yang diterapkan oleh kaum Zapatista di daerah Chiapas, Meksiko. Dalam komunitas di Chiapas ini, rakyat penduduk daerah tersebut membentuk sistem demokrasi yang sangat mendasar dimana semua keputusan diambil oleh wakil-wakil rakyat yang sesungguhnya dari desa-desa dan beberapa kota. Pergerakan dari demokrasi langsung ini telah membuang segala bentuk penguasaan negara dalam area yang luas, mengambil alih lahan pertanian dari para tuan-tuan tanah dan membentuk perserikatan petani. Secara bersama-sama, komunitas tersebut juga membentuk FZLN (Front Kemerdekaan Nasional Zapatista) dan juga milisi-milisi gerilya Zapatista yang bergerak dibawah komando rakyat.
Di banyak negeri di dunia ini, banyak contoh-contoh pergerakan rakyat yang mempraktekan bentuk-bentuk demokrasi partisipasi langsung. Contoh yang bagus dari hal ini dapat dilihat pada bentuk demokrasi yang diterapkan oleh kaum Zapatista di daerah Chiapas, Meksiko. Dalam komunitas di Chiapas ini, rakyat penduduk daerah tersebut membentuk sistem demokrasi yang sangat mendasar dimana semua keputusan diambil oleh wakil-wakil rakyat yang sesungguhnya dari desa-desa dan beberapa kota. Pergerakan dari demokrasi langsung ini telah membuang segala bentuk penguasaan negara dalam area yang luas, mengambil alih lahan pertanian dari para tuan-tuan tanah dan membentuk perserikatan petani. Secara bersama-sama, komunitas tersebut juga membentuk FZLN (Front Kemerdekaan Nasional Zapatista) dan juga milisi-milisi gerilya Zapatista yang bergerak dibawah komando rakyat.
Pergerakan Zapatista tidak hanya menjadi
sebuah pengalaman, tetapi juga merupakan salah satu contoh nyata bagi sejarah
pergerakan dunia tentang bagaimana di salah satu daerah yang termiskin di dunia
ini para petani dan buruh bergerak untuk membentuk struktur-struktur demokrasi
yang dimapankan dengan tradisi-tradisi asli dimana semua orang mempunyai hak
atas keputusan yang diambil oleh komunitasnya. Dalam revolusi Russia pada tahun
1917, para perserikatan buruh tani (soviet) dan komite-komite pabrik merupakan
organ-organ yang serupa dengan sistem demokrasi yang dilakukan oleh Zapatista,
walaupun hal itu hanya bertahan sebentar hingga munculnya kekuasaan partai
Bolshevik yang menindas habis semua pergerakan demokratis rakyat dan membuat
soviet-soviet tersebut sebagai alat peraih kekuasaan bagi pemerintah dan partai
yang berkuasa. Di Spanyol pada tahun 1936, kudeta kaum fasis malah
membangkitkan kaum buruh dan tani untuk membentuk komite-komite dan dewan-dewan
rakyat di setiap kehidupan bertetangga, di desa-desa dan di kota-kota, kaum
buruh mengambil alih pabrik-pabrik dimana mereka bekerja dan para petani
mengmbil alih tanah dari para tuan tanah untuk selanjutnya mereka jalankan
dengan sistem kolektif atas inisiatif mereka sendiri dan diluar kontrol
pemerintah dan negara. Pergerakan ini secara ironis kemudian malah dihancurkan
oleh pemerintahan liberal sayap kiri pada awalnya dan pada akhirnya dihancurkan
pula oleh pemerintahan fasis dibawah komando jendral Franco.
Pengalaman-pengalaman serupa dari struktur demokrasi langsung juga dapat
ditemukan di Italia pada tahun 1920, Hongaria tahun 1956, Perancis tahun 1968,
dan sebagainya.
Self-manajemen popular
Pengalaman-pengalaman diatas tadi biasa
disebut sebagai self-manajemen (pemerintahan sendiri). Hal ini berarti sebuah
tatanan masyarakat dimana rakyat memegang kuasa penuh atas hidupnya dan tidak
menyerahkannya kepada para penguasa --parlementer dan kaum kapitalis
militeristik. Pemerintahan sendiri oleh rakyat adalah sebuah sistem
desentralisasi dalam membuat keputusan-keputusan. Unit-unit kelompok kerja
lokal dalam sistem demokrasi langsung ini secara alamiah akan menghasilkan
konfederasi-konfederasi atas kebutuhannya untuk berko-operatif. Semua
representasi dan fungsi-fungsi dalam tatanan masyarakat self-manajemen ini
diputuskan oleh rakyat melalui wakil mereka (yang mereka pilih secara langsung)
dan dapat ditarik kapanpun bila rakyat merasa tidak puas atas segala hasil
keputusannya serta dapat langsung digantikan dengan keputusan baru.
Self-manajemen popular ini didasari oleh asosiasi suka-rela, bukan paksaan, dan
bagi individual dan komunitas diberikan kebebasan seluas-luasnya sejauh hal itu
tidak menghalangi kebebasan bagi yang lain. Bentuk demokrasi popular ini secara
fundamental melawan segala bentuk dominasi dan penguasaan. Di saat kaum kelas
proletar telah merealisasikan hal ini, dengan kata lain dapat dibilang bahwa
mereka selain telah menghapuskan kekuasaan politik dari kaum elit politik,
mereka juga mengambil alih penguasaan di bidang ekonomi dari kaum elit untuk
kemudain dijalankan dengan sistem self-manajemen dari para pekerja.
Dari revolusi politik menuju revolusi
sosial
Pergerakan radikal di Indonesia
sejauh ini kebanyakan hanya berupa salah satu upaya bagi revolusi politik,
dalam usahanya mencari bentuk pemerintahan baru dengan cara yang demokratis.
Bagaimanapun juga, mencari kekuatan bagi pemerintahan baru pada dasarnya hanya
akan memperpanjang sistem hirarki hanya dalam bentuknya yang lain. Jika kita
benar-benar menginginkan untuk mengambil kekuasaan dari para elit politik untuk
selanjutnya diserahkan kepada rakyat, kita harus menuju kepada penghapusan
kekuasaan negara dan mendistribusikan kekuatan tersebut bagi rakyat agar mereka
dapat mengatur hidup mereka sendiri.
Sudah jelas sekali bahwa dalam
menginginkan sebuah perubahan yang nyata, revolusi sosial, kita membutuhkan
sebuah pergerakan yang meluas dan berbasiskan massa rakyat. Disini dibutuhkan berbagai
pendidikan politik bagi rakyat dan memapankan berbagai strategi dan taktik
serta teori-teori yang komunikatif dan kritis, tidak hanya komunikasi yang
bersifat searah. Sistem demokrasi langsung harus segera dibentuk diantara para
aktifis dan organisasi-organsisasi kerakyatan. Pergerakan harus diarahkan pada
sistem self-manajemen yang memperjuangkan hak-hak rakyat banyak, serta harus
terus dijalankan pembentukan organisasi-organisasi rakyat secara khususnya lagi
untuk membentuk organisasi-organisasi serta serikat bagi kaum buruh dan tani
serta elemen rakyat tertindas lainnya sebagai bagian dari proses untuk
terjadinya sebuah revolusi.
Reko Ravela
(ravelre@hotmail.com)
diterjemahkan
oleh: tank_boy
po box 6407 bdcd, Bandung 40000, Indonesia
po box 6407 bdcd, Bandung 40000, Indonesia
(terror.worldwide@solution4u.com)
sangat bagus
ReplyDelete