Oleh :
Iwansyah
(Ketua Umum HMI MPO komisariat
STIKPER Gunung Sari Makassar)
Engkau
dibisiki bahwa hidup adalah kegelapan
Dan dengan penuh ketakutan
Engkau sebarkan apa yang telah dituturkan padamu
penuh kebimbangan
Kuwartakan padamu bahwa hidup adalah kegelapan
jika tidak diselimuti oleh kehendak
Dan segala kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan
Dan segala macam pengetahuan akan kosong
bila tidak diiringi kerja
Dan segala kerja hanyalah kehampaan
kecuali disertai cinta
Maka bila engkau bekerja dengan cinta
Engkau sesungguhnya tengah menambatkan dirimu
Dengan wujudnya kamu, wujud manusia lain
Dan wujud Tuhan.
Dan dengan penuh ketakutan
Engkau sebarkan apa yang telah dituturkan padamu
penuh kebimbangan
Kuwartakan padamu bahwa hidup adalah kegelapan
jika tidak diselimuti oleh kehendak
Dan segala kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan
Dan segala macam pengetahuan akan kosong
bila tidak diiringi kerja
Dan segala kerja hanyalah kehampaan
kecuali disertai cinta
Maka bila engkau bekerja dengan cinta
Engkau sesungguhnya tengah menambatkan dirimu
Dengan wujudnya kamu, wujud manusia lain
Dan wujud Tuhan.
Kehidupan merupakan sebuah pulau
di lautan kesepian, dan bagi pulau itu bukti karang yang timbul merupakan
harapan, pohon merupakan impian, bunga merupakan keheningan perasaan, dan
sungai merupakan damba kehausan.
Hidupmu,
wahai saudara-saudaraku, laksana pulau yang terpisah dari pulau dan daerah
lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu menuju wilayah
lain, entah berapa banyak armada yang berlabuh di pesisirmu, namun engkau tetap
pulau yang sunyi, menderita kerana pedihnya sepi dan dambaan terhadap kebahagiaan.
Engkau tak dikenal oleh sesama insan, lagi pula terpencil dari keakraban dan
perhatian.
Saudaraku, kulihat engkau duduk di
atas bukit emas serta menikmati kekayaanmu -bangga akan hartamu, dan yakin
bahwa setiap genggam emas yang kau kumpulkan merupakan mata rantai yang
menghubungkan hasrat dan pikiran orang lain dengan dirimu.
Di mata hatiku engkau kelihatan
bagaikan panglima besar yang memimpin bala tentara, hendak menggempur benteng
musuh. Tapi setelah kuamati lagi, yang nampak hanya hati hampa belaka, yang
tertempel di balik longgok emasmu, bagaikan seekor burung kehausan dalam
sangkar emas dengan wadah air yang kosong.
Kulihat engkau, saudaraku, duduk di
atas singgasana agung; di sekelilingmu berdiri rakyatmu yang memuji-muji
keagunganmu, menyanyikan lagu penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan,
memuji kebijaksanaanmu, memandangmu seakan-akan nabi yang mulia, bahkan jiwa
mereka melambung kesukaan sampai ke langit-langit angkasa. Dan ketika engkau
memandang kelilingmu, terlukislah pada wajahmu kebahagiaan, kekuasaan, dan
kejayaan, seakan-akan engkau adalah nyawa bagi raga mereka.
Tapi bila kupandang lagi, kelihatan
engkau seorang diri dalam kesepian, berdiri di samping singgasanamu, menadahkan
tangan ke segala arah, seakan-akan memohon belas kasihan dan pertolongan dari
roh-roh yang tak nampak -mengemis perlindungan, karena tersisih dari
persahabatan dan kehangatan persaudaraan.
Kulihat dirimu, saudaraku, yang
sedang mabuk asmara pada wanita jelita, menyerahkan hatimu pada paras
kecantikannya. Ketika kulihat ia memandangmu dengan kelembutan dan kasih
keibuan, aku berkata dalam hati, "Terpujilah Cinta yang mampu mengisi
kesepian pria ini dan mengakrabkan hatinya dengan hati manusia lain."
Namun, bilamana kuamati lagi, di
sebalik hatimu yang bersalut cinta terdapat hati lain yang kesunyian, meratap
hendak menyatakan cintanya pada wanita; dan di sebalik jiwamu yang sarat cinta,
terdapat jiwa lain yang hampa, bagaikan awan yang mengembara, menjadi
titik-titik air mata kekasihmu...
Hidupmu,
wahai saudaraku, merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah dari wilayah
penempatan orang lain, bagaikan ruang tengah rumah yang tertutup dari pandangan
mata tetangga. Seandainya rumahmu tersalut oleh kegelapan, sinar lampu
tetanggamu tak dapat masuk meneranginya. Jika kosong dari persediaan kemarau,
isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika rumahmu berdiri di atas gurun,
engkau tak dapat memindahkannya ke halaman orang lain, yang telah diolah dan
ditanami oleh tangan orang lain. Jika rumahmu berdiri di atas puncak gunung,
engkau tak dapat memindahkannya atas lembah, karena lerengnya tak dapat
ditempuh oleh kaki manusia.
Kehidupanmu,
saudaraku, dibaluti oleh kesunyian, dan jika bukan karena kesepian dan
kesunyian itu, engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku. Jika bukan karena
kesepian dan kesunyian itu, aku akan percaya kiranya aku memandang wajahmu,
itulah wajahku sendiri yang sedang memandang cermin.
(Dari 'iwansyah”' mahasiswa STIKPER Gunung Sari Makassar)
YAKUSA
(Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi )
Post a Comment for "KEHIDUPAN SEBUAH CINTA"