Kapan Profesi Perawat Berkembang?


Literasi Perawat ~ Selain pembangunan dalam bidang pendidikan, pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan salah satu aspek yang harus menjadi prioritas pemerintah demi mencapai cita-cita nasional yang tertuang di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Bagaimanapun, tak bisa dipungkiri adagium Latin yang mengatakan bahwa mens sana in corpore sano (di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat). Tanpa tubuh yang sehat, maka mustahil akan terdapat jiwa yang sehat. Tanpa jiwa yang sehat, maka cita-cita nasional hanyalah angan-angan sesat.

Beberapa dekade terakhir, pemerintah sangat antusias membangun Puskesmas di kecamatan dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di desa-desa terpencil. Namun, pembangunan sarana-sarana tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas SDM dalam bidang kesehatan. Hingga saat ini, dokter merupakan satu-satunya yang dianggap profesi ‘kelas satu’ di bidang kesehatan. Sedangkan yang lain, seperti bidan dan perawat masih sangat jauh kelasnya di bawah dokter.
Perawat dan Pengabdiannya
Selain dokter dan bidan, tenaga kesehatan yang paling banyak berperan di masyarakat adalah perawat. Menurut Pasal 1 angka (2) UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di Iuar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Perawat memiliki tugas untuk memberikan pelayanan keperawatan, yakni suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

Menurut data Kementerian Kesehatan, pada akhir tahun 2016, jumlah perawat di Indonesia adalah 296.876 jiwa. Kendati belum memadai, jumlah ini tergolong besar dan sangat menentukan dalam peningkatan bidang kesehatan di Indonesia. Pelayanan keperawatan sendiri merupakan pelayanan yang paling utama yang diberikan kepada pasien di rumah sakit. Selain dilakukan dalam 24 jam, pelayanan keperawatan juga sangat mempengaruhi keberadaan dan psikologis pasien, baik sebelum maupun sesudah mendapatkan penanganan dari dokter.

Oleh karena itu, peningkatan kualitas kesehatan tidak hanya memperbaiki kualitas dokter, tetapi juga memperbaiki kualitas perawat. Sayangnya, data BANPT membuktikan bahwa dari sekitar 300 program studi keperawatan di negara ini, lebih dari 50 persen masih memiliki akreditasi dengan peringkat C.

Dengan nalar yang wajar, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat di Indonesia dihasilkan oleh program studi yang memiliki mutu rendah.

Selain itu, tingkat kesejahteraan perawat juga ternyata rata-rata masih berada di bawah standar. Tak bisa dibayangkan, di zaman yang serba mahal saat ini, masih ada perawat yang digaji Rp 500.000-an. Beberapa rumah sakit bahkan menahan ijasah perawat yang bersangkutan, padahal hal ini melanggar peraturan ketenagakerjaan.

Hal ini tentu tidak sebanding dengan kemampuan atau skill yang harus dimiliki perawat. Seperti diketahui, perawat adalah profesi yang harus memiliki kemampuan ganda. Selain harus memahami praktik dan SOP layanan keperawatan, seorang perawat harus tetap menebarkan keramahan kepada pasiennya. Senyum itu harus tetap terjaga kendati harus menjalani pekerjaan dengan tiga shift; dinas pagi, sore hingga malam. Rendahnya kesejahteraan perawat tersebut semakin ironis dengan mahalnya biaya kuliah mahasiswa keperawatan. Apalagi sebagian besar kampus keperawatan mengharuskan mahasiswa tinggal di asrama dengan berbagai keterbatasannya. Belum lagi stigma yang muncul di masyarakat yang menyebut perawat sebagai ‘pesuruh dokter’.

Upaya Peningkatan Mutu Perawat

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada profesi keperawatan. Hemat penulis, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah.

Pertama, peningkatan kesejahteraan perawat. Hemat penulis, tidak ada perbedaan guru dan perawat, baik dari segi pengabdian maupun tanggung jawab pekerjaannya.

Oleh karena itu, pemerintah harus mewajibkan kepada setiap pengguna tenaga keperawatan, khususnya rumah sakit untuk memberikan gaji sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan, dan bagi perawat yang sudah lulus uji kompetensi dan dinyatakan profesional juga layak untuk mendapatkan dana sertifikasi.

Kedua, pemerintah harus memberikan lebih banyak lagi beasiswa kepada para perawat untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Selain untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, hal ini juga penting untuk memenuhi rasio dan standar dosen di program studi keperawatan yang selama ini menjadi kendala utama.

Ketiga, stigma bahwa perawat adalah ‘pesuruh dokter’ harus dibuang jauh-jauh. Perawat harus dimaknai sebagai teman sejawat dokter. Perawat adalah pengabdian yang mulia serta pekerjaan yang profesional.

Keempat, pemerintah segera mungkin harus membentuk Konsil Keperawatan Indonesia (KKI) sesuai dengan amanah UU Nomor 38 Tahun 2014 untuk meningkatkan mutu perawat Indonesia. Tanpa adanya Konsil Keperawatan, maka perawat Indonesia akan menghadapi masalah dalam praktik keperawatan di dunia internasional.

Harapan kita, pemerintah memahami hal tersebut dan mengambil kebijakan yang tepat untuk masa depan para perawat dan dunia kesehatan Indonesia. Dengan kebijakan-kebijakan yang tepat tersebutlah negara layak berharap bahwa di balik senyum perawat adalah ketulusan, kendati senyum itu sudah lama diabdikan oleh perawat.
Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Kapan Profesi Perawat Berkembang? "