Apakah Pasien Mengalami Gagal Napas, Syok atau Kadar Gula Darah < 54 mg/dL?
Pastikan jalan napas terbuka dan terlindung tulang servikal bila Anda mencurigai adanya trauma. Seiring dengan menurunnya skor GCS, penanganan jalan napas yang definitif (misalnya intubasi trakea, bisa saja diperlukan, maka carilah bantuan dari ahli enestesi sedini mungkin) Cari dan obati segera penyebab reversibel yang menyebabkan GCS↓ sambil melakukan penilaian ABCDE:
- Nilai oksigenasi dan ventilasi dengan analisis AGD. Tangani hipoksia dan hiperkapnia segera.
- Beri nalokson terapeutik/diagnosis bila PaCO2 ↑ atau terdapat tanda depresi napas.
- Cari tanda – tanda syok. Bila ada, nilai dan obati dengan tatalaksana sebagai syok.
- Periksa hasil pembacaan gula darah. Bila kadar gula < 54 mg/dL, kirim sampel darah untuk pemeriksaan kadar gula resmi di laboratorium. Obati pasien segera dengan menyuntikan dekstrosa atau glukagon IV/IM tanpa menunggu hasil.
Curigai Infeksi Sistem Saraf Pusat (SSP)?
Curigailah infeksi SSP pada setiap pasien dengan GCS ↓ dan disertai meningismus, rona kemerahan maskulopapular atau purpura, atau demam. Bila ada kemungkinan malaria, misalnya riwayat berpergian ke daerah endemis baru – baru ini, lakukan pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dan segera cari saran tenggorok, berikan antibiotik / antivirus IV dan persiapkan CT scan otak segera. Bila tidak ada kontraindikasi klinis ataupun radiologis, lakukan LP dan analisis cairan serebrospinalis
Suhu Basal < 34 C?
Ukuran suhu tubuh menggunakan termometer rektal yang dapat membaca suhu rendah (low-reading rectal thermometer) pada setiap pasien yang pada pengukuran suhu dengan termometer timpani menunjukan < 35 C atau kecurigaan klinis adanya hiportemia, misalnya imobilisasi lama atau paparan dengan kondisi yang basah dan dingin. Namun bila tidak memungkinkan, pengukuran suhu aksial masih dapat ditoleransi.
Curigai peranan hipotermia terhadap perubahan kesadaran bila suhu inti tubuh < 34 C. Hangatkan tubuh pasien kembali dan ukur suhu tubuh kembali sambil mencari penyebab tambahan lainya. Periksa uji fungsi tiroid dan pertimbangkan pengobatan dengan tri-iodotironin IV (yang didahuli dengan pemberian kortikosteroid IV) bila ada kecurigaan terjadinya koma miksedema.
Apakah ada kecurigaan keracunan opioid? Injeksi Nalokson!
Berikan nalokson terapeutik/diagnostik bila pasien telah mendapatkan pengobatan opioid apapun untuk pasien yang diketahui atau dicurigai sebagai penggunaan obat "terlarang" (Intravenous Drug Users), mempunyai ukuran pupil kecil atau tidak ada penyebab lain yang jelas untuk perubahan kesadaran yang dialaminya. Setiap perbaikan derajat kesadaran yang cepat, meningkatnya frekuensi/kedalaman napas atau terjadinya dilatasi pupil setelah pemberian nalokson menunjukan opioid berperan dalam kondisi klinis pasien tersebut, setidaknya sebagian. Waktu paruh nalokson lebih pendek daripada sebagian besar opioid, sehingga dosis lanjutan atau pemberian infus agaknya diperlukan.
Menyaksikan aktivitas kejang?
Anamnesis yang jelas dan rinci dari seseorang saksi mata sangat penting. Meskipun GCS↓ umum dijumpai setelah kejang, ingat bahwa kejang dapat dicetuskan oleh spektrum yang luas dari sejumlah kondisi meliputi hipoglikemia, cedera kepala ± hematoma intrakranial, gejala putus alkohol (alcohol wihdrawal), overdosis obat, misalnya antidepresan trisiklik, infeksi, dll.
Pada status epileptikus, hipoksia atau hiperkapnia yang turut terkait akan memperburuk cedera otak dan tingkat kematian adalah 10%.
GCS ≤8, cedera kepala, sakit kepala atau ada tanda kelainan intrakranial?
Segera setelah anda melakukan identifikasi dan mengobati gangguan fisiologis mayor, infeksi yang mengancam jiwa dan penyebab ↓GCS yang dengan cepat bisa reversibel, maka identifikasi penyebab intrakranial pada pasien dengan perubahan kesadaran menjadi sangat penting. Secara umum, CT scan otak perlu dilakukan pada pasien dengan salah satu dari hal berikut ini:
- GCS ≤8
- Riwayat adanya sakit kepala atau gejala neurologis fokal (tanda lateralisasi neurologik, misalnya abnormalitas pupil unilateral, tidak adanya gerakan tangkai atau respon plantar ekstensor atau tanda TIK↑)
- Telah diketahui atau dicurgiai menderita cedera kepala
- Terdapat pintas CSS / CFS shunt in situ
Gangguan metabolik berat?
Penurunan GCS umum dijumpai pada kondisi hiponatremia dan hipernatremia, dan cenderung menggambarkan laju perubahan kadar natrium absolut. Bila gangguan kadar natrium tersebut terjadi akut, koreksilah segera dan nilai kembali! Atau, koreksilah dengan hati-hati, dengan laju koreksi yang lambat disertai pengukuran ulang untuk menghindari pergeseran cairan neuron berlebihan (neuronal fluid shifts) yang pada akhirnya dapat menyebabkan edema otak atau mielinosis pons pusat (central pontine myelynosis). Dapat ditemukan keterlambatan (lag) antara koreksi gangguan metabolik dan kembalinya derajat kesadaran normal.
Penurunan GCS dapat merupakan sesuatu gambaran klinis dari ketoasidosis diabetikum (KAD). Selalu pertimbangkan KAD bila pasien menderita diabetes melitus tipe 1. Pastikan diagnostik dengan identifikasi adanya asidosis metabolik pada pemeriksaan GDA atau ketonuria pada urinalisis.
Curigai terjadinya koma hiperosmolar non ketotik dan bukan KAD bila terdapat hiperglikemia berat yakni > 50 mmol/L (900 mg/dL), dengan hiperosmolaritas, yakni > 320 mOsm/kg dan dehidrasi tanpa adanya ketosis yang bermakna (perubahan kesadaran sebagai gambaran klinis utamanya).
Curigai keterlibatan uremia atau perubahan kalsium, magnesium atau fosfat dalam perubahan kesadaran, hanya bila perubahan berat.
Curiga keracunan obat / alkohol?
Bahkan pada pasien dengan anamnesis atau tanda adanya asupan alkohol akut atau kronik, jangan pernah berasumsi bahwa perubahan kesadaran hanya disebabkan oleh alkohol. Kolerasi antara kadar alkohol dalam napas atau darah dan derajat kesadaran buruk dan tidak dapat memastikan kandungan alkohol. Kadar tersebut merupakan bantuan yang terbatas dan dapat berpotensi salah arah. Sebagai langkah utama, carilah (dan tangani) hipoglikemia yang berhubungan dengan alkohol, cedera kepala yang nyata, perdarahan intrakranial dan penggunaan atau overdosis obat terlarang.
Periksalah tanda-tanda klinis khas untuk toksidroma (toxidromes) pada setiap pasien yang dicurigai overdosis, tetapi ingatlah bahwa overdosis dari campuran berbagai obat (biasanya katena alkohol) seringkali dijumpai dan depresi napas/kardiovaskular (hipotensi, aritmia, dll) dapat menjadi tanda utama pada setiap jenis keracunan berat. Ukurlah kadar parasetsamol dan salisilat (± latium dan besi, bila ada indikasi) dan bila ada kecurigaan kuat atau penggunaan obat terlarang, lakukan pemeriksaan skrining toksikologi urin.
Pertimbangkan kemungkinan keracunan karbon monoksida (CO). Gambaran klinis keracunan CO tidak spesifik; gambaran klasik seperti kulit/membran mukosa dan berwarna merah seperti buah ceri sangat jarang dijumpai. Asidosis metabolik berat dan perubahan EKG berupa iskemia/infark dengan aritma dan hipotensi dapar ditemukan. Beberapa oksimeter nadi (pulse oximeters) dapat mengukur COHb. Pastikan dengan pengurkuran COHb di laboratorium resmi menggunakan sampel darah COHb (4 jam jika bernapas diudara ruangan) akan menurun secara bermakna bila pasien tidak bernapas dengan bantuan oksigen.
Pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut bila penyebab yang jelas tidak dapat didefinisikan
Bila penyebabnya belum jelas hingga tahap ini, persiapkan CT scan otak dan kirimkan pasien untuk skrining toksikologi, bila pemeriksaan skrining toksikologi ini belum dilakukan. Pertimbangkan ensefalopati hepatik bila pasien telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit hati atau ensefalopati hirpertensi bila TD menetap >180/120 mmHg yang disertai dengan retinopati hipertensi atau tanda–tanda adanya keterlibatan ginjal. Atau, rujuklah ke dokter spesialis saraf (Sp.S) dan/atau ahli perawatan kritis (intensivist) dan pertimbangkan pemeriksaan MRI (patologi batang otak), EEG (status non-konvulsif, ensefalopati hepatik) dan LP (infeksi SSP).
Tidak adanya respons akibat penyebab psikogenik/phsychogenik unresposiveness merupakan diagnosis yang perlu disingkirkan, tetapi pertimbangkanlah diagnosis ini bila pemeriksaan penunjang yang menyeluruh gagal mengungkapkan penyebab yang mendasari dan bila terdapat tanda-tanda yang memungkinkan, misalnmya berespon saat digelitik, tahanan untuk membuka mata secara pasif, dan tatapan mata berdeviasi menatap lantai pada posisi apapun.
GCS adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang dewasa yang meliputi :
Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan membuka mata
(3) : membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)
(2) : membuka mata dengan rangsang nyeri
(1) : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun
Verbal (respon verbal)
(5) : berorientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu
(3) : bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
(2) : bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak bersuara
Motor (respon motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : menjauhi rangsang nyeri
(2) : extensi spontan
(1) : tidak ada gerakan
Masing-masing elemen serta jumlah skor adalah penting,cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat Kesadaran
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Samnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas Kesadaran
- Kompos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Samnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri..
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
Post a Comment for "Alur Diagnosis Pasien Dengan Penurunan Kesadaran"